
Kelompok perjuangan Palestina, Hamas, menyatakan tidak menolak rencana gencatan senjata di Jalur Gaza yang diajukan oleh Steve Witkoff utusan khusus Amerika Serikat. Namun, Hamas meminta adanya beberapa perubahan dalam isi proposal tersebut.
Hal ini ditegaskan oleh pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, dalam pernyataan resminya, Kamis (5/6/2025) waktu setempat. “Kami tekankan bahwa Hamas tidak menolak usulan terbaru Witkoff, tetapi kami meminta beberapa perubahan,” ujar al-Hayya dilansir Antara.
Ia juga menambahkan bahwa Hamas siap memasuki babak baru perundingan demi tercapainya gencatan senjata permanen di Jalur Gaza.
Lebih lanjut, Hamas juga menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan kekuasaan di Gaza kepada otoritas nasional Palestina yang disepakati bersama oleh semua pihak.
Sebelumnya, Steve Witkoff menyampaikan bahwa Hamas telah menolak usulan Amerika Serikat terkait gencatan senjata dan menyebut sikap tersebut sebagai kemunduran dalam proses negosiasi.
Namun, pernyataan terbaru dari al-Hayya membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa Hamas terbuka terhadap proses perdamaian, selama usulan yang diajukan mengalami penyempurnaan sesuai kebutuhan di lapangan.
Media Israel melaporkan bahwa isi usulan Witkoff mencakup rencana gencatan senjata selama 60 hari, pembebasan 10 sandera Israel yang masih hidup, serta pemulangan 18 jenazah sandera dalam dua tahap selama minggu pertama implementasi kesepakatan.
Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan sekitar 1.500 tahanan Palestina, termasuk mereka yang sebelumnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan terorisme.
Selama masa gencatan senjata tersebut, Israel dan Hamas diharuskan melakukan negosiasi intensif melalui mediasi internasional untuk menyepakati ketentuan gencatan senjata permanen.
Jika dalam jangka waktu 60 hari kesepakatan tidak tercapai, maka Israel dikabarkan memiliki opsi untuk melanjutkan operasi militernya di wilayah Gaza. (ant/bil/iss)