
Hotman Paris Hutapea Kuasa hukum Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menegaskan kliennya tidak menerima aliran dana dari proyek pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Pernyataan itu disampaikan Hotman menanggapi langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.
“Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop,” kata Hotman di Jakarta, Jumat (5/9/2025) dilansir Antara.
Hotman menyebut penetapan Nadiem sebagai tersangka mirip dengan kasus yang menimpa Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang jadi tersangka korupsi importasi gula beberapa waktu lalu.
“Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem,” ujarnya.
Terkait klaim Kejagung bahwa Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia dan menyepakati penggunaan produk Chromebook, Hotman membantah. Menurutnya, pertemuan tersebut merupakan hal biasa.
“Pak Nadiem tidak pernah menyepakati. Yang jual laptop itu kan vendor, bukan Google. Google hanya sistemnya saja dari Google. Kalau laptopnya dari vendor. Vendornya perusahaan Indonesia,” katanya.
Sehari sebelumnya, Kamis (5/9/2025), Nadiem resmi ditetapkan sebagai tersangka baru oleh Kejagung. Nurcahyo Jungkung Madyo Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, menjelaskan bahwa pada tahun 2020, Nadiem bertemu pihak Google Indonesia untuk membicarakan program Google for Education, termasuk penggunaan Chromebook.
“Dalam beberapa kali pertemuan yang dilakukan Nadiem Makarim dengan pihak Google Indonesia, telah disepakati bahwa produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Devices Management (CDM) akan dibuat proyek pengadaan alat TIK,” kata Nurcahyo.
Ia menambahkan, pada 6 Mei 2020, Nadiem mengundang sejumlah pejabat Kemendikbudristek dalam rapat tertutup via Zoom. Rapat tersebut membahas pengadaan alat TIK menggunakan Chromebook.
“(Rapat) yang membahas pengadaan alat TIK menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM (Nadiem Makarim), sedangkan saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai,” ujarnya.
Menurut Kejagung, Nadiem juga membalas surat Google yang sebelumnya tidak dijawab oleh Menteri Pendidikan saat itu, Muhadjir Effendy. Muhadjir disebut menolak karena uji coba Chromebook pada 2019 dinilai gagal untuk sekolah di daerah 3T.
Atas instruksi Nadiem, pengadaan TIK tahun 2020 diarahkan menggunakan Chromebook. Tersangka SW (Sri Wahyuningsih) dan MUL (Mulyatsyah) kemudian menyusun juknis dan juklak dengan spesifikasi yang mengunci Chrome OS. Kajian teknis pun dibuat sesuai spesifikasi tersebut.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021, yang dalam lampirannya juga mencantumkan Chrome OS.
Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat proyek pengadaan ini mencapai Rp1,98 triliun. Angka final masih menunggu hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (ant/bil/iss)