Senin, 1 Desember 2025

IAC: 2025 Jadi Tahun Paling Kritis Penanggulangan HIV/AIDS Karena Pendanaan Global Turun

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. HIV/AIDS. Foto: Freepik

Aditya Wardhana Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) menyebut tahun 2025 sebagai masa paling kritis dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS, baik di Indonesia maupun dunia.

Dia menjelaskan bahwa krisis paling terasa tahun ini, karena dipicu turunnya bantuan luar negeri yang selama puluhan tahun menjadi tulang punggung program HIV di banyak negara, termasuk Indonesia.

Penurunan paling drastis terjadi sejak Amerika Serikat (AS) menghentikan pendanaan luar negeri pada awal pemerintahan Donald Trump Presiden.

“Sekitar 30-40 persen turun. Satu hari setelah Trump dilantik dia langsung menandatangani perintah eksekutif untuk membekukan semua bantuan luar negeri mereka. Termasuk untuk penanggulangan HIV ya,” katanya dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (1/12/2025).

Aditya menjelaskan, selama ini, pemerintah AS mengalokasikan sekitar 6 miliar dolar per siklus untuk program HIV di seluruh dunia. Alhasil ketika bantuan itu berhenti, dampaknya langsung terasa. Banyak LSM lokal tidak bisa beroperasi, hingga kader lapangan yang terpaksa dirumahkan.

“Ada puluhan sampai ratusan petugas lapangan, kader lapangan itu yang harus dirumahkan. Dan implikasinya ada beberapa penerima manfaat, ribuan penerima manfaat jadinya enggak bisa mendapatkan akses layanan informasi, edukasi, dan rujukan,” jelasnya.

Meski pemerintah telah mendanai penuh ketersediaan Antiretroviral (ARV) lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Aditya menilai akses obat tersebut tidak cukup menjawab masalah.

Dia menyebut orang dengan HIV yang baru mengetahui statusnya sebagai pengidap, kebanyakan tidak tahu kalau HIV ada obatnya. Banyak orang yang langsung panik, blank, atau takut menceritakan kondisi mereka. Padahal dalam kondisi ini, lanjut Aditya, peran pendamping LSM sangat penting.

“Teman-teman LSM itu mereka ajak komunikasi, ‘yuk pelan-pelan yuk gini yang penting masih ada harapan buat kamu. Kamu bisa sehat kok tetap gitu’. Dibawa ke ARV, akhirnya ARV-nya bisa terakses,” bebernya.

Karenanya, jika pendamping lapangan hilang, ia khawatir semakin banyak pasien yang terisolasi dan tak bisa mengakses layanan.

Direktur Eksekutif IAC itu juga menekankan bahwa Indonesia kini berada di “persimpangan jalan”.

“Ini menjadi persimpangan jalan buat pemerintah Indonesia. Kita akan resikokan semua progress pencapaian yang sudah dicapai 25 tahun dengan resiko yang lebih besar epideminya akan meluas terus meluas gitu,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa tren penularan kini bergeser ke populasi umum, termasuk pasangan suami istri, ibu rumah tangga, dan anak.

Inovasi Baru Sudah Ada, Tapi Indonesia Selalu Terlambat

Adapun salah satu inovasi yang disebut paling ditunggu adalah long acting antiviral, yakni ARV suntik yang cukup diberikan enam bulan hingga satu tahun sekali.

Aditya menjelaskan obat ini disuntik dan bisa bertahan selama satu tahun. “Ini mirip nantinya dengan vaksin flu,” ujarnya.

Beberapa negara seperti Thailand, India, dan Amerika Serikat sudah mengadopsinya. Namun Indonesia, kata Aditya, “selalu terlambat” merespon inovasi-inovasi seperti ini. Padahal harganya sudah diturunkan dan hampir sama dengan ARV tablet.

“Indonesia itu selalu terlambat. Ketika ada obat baru Indonesia pasti selalu terlambat. Alasannya bahwa oh ini enggak bisa ini kita masih punya obat yang lain kita menghabiskan dulu yang lain.”

Terakhir, ia mengingatkan bahwa HIV bukan lagi masalah “kelompok tertentu”. Angka kasus sudah menunjukan penularan sangat tinggi.

“Angka kasus sudah mungkin menunjukkan penularan tinggi itu ada pada kelompok heteroseksual pada pasangan suami istri, pada dari pasangan suami istri ke anak gitu. Jadi ini sudah bukan lagi masalah sektoral.”

Ia juga menekankan tiga hal, yakni mawas diri dan memahami cara mencegah, mengetes, dan mengakses obat;  menghentikan stigma terhadap ODHA (orang dengan HIV AID) maupun kelompok berisiko; dan terakhir menjadi teman bagi ODHA.

“Jadilah teman bagi orang dengan HIV gitu. Karena orang dan HIV itu cuma butuh didengarkan kok… this is not the end of your life,” pungkasnya. (bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Senin, 1 Desember 2025
32o
Kurs