
Prigi Arisandi pendiri Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan (Ecoton) menyebut, saat ini Indonesia menempati posisi ketiga, sebagai negara pencemar plastik terbesar di dunia.
Indonesia berada di bawah India dan Nigeria, yang menempati posisi pertama dan kedua.
Menurut Prigi, ini bukan suatu hal yang patut dibanggakan. Seluruh masyarakat di segala level, harus bertindak dengan mengurangi produksi sampah plastik.
“Terlebih Kota Surabaya yang posisinya berada di hilir Sungai Brantas,” katanya, Minggu (21/9/2025).
Prigi menjelaskan, Kota Surabaya menjadi salah satu “hotspot” yang memberikan kontribusi pencemaran mikroplastik. Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah (PR) besar masyarakat.
“Sampah dari Malang, Batu, dan 16 kota lainnya bermuara di Tambak Wedi, Wonorejo, dan Wonokromo. Surabaya punya pekerjaan rumah besar untuk menanggulangi sampah plastik,” jelas Prigi.
Meski begitu, Prigi mengapresiasi kinerja Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya karena berani mengambil langkah dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti tas kresek, sedotan, styrofoam, sachet, dan botol kemasan.
“Karena mikroplastik bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara dan mencemari organ vital. Selain itu, janin di dalam kandungan juga bisa terancam dengan pencemaran mikroplastik,” ungkapnya.
Sebagai pegiat lingkungan, Prigi berharap warga Surabaya bisa mengurangi produksi sampah dan menghindari penggunaan plastik sekali pakai.
“Jangan biarkan sampah plastik terus menumpuk dan membanjiri Surabaya, karena itu dapat mengancam kesehatan masyarakat dan generasi selanjutnya,” tutupnya. (kir/saf/ham)