
Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPIDSUS) Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019 hingga 2022. Kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai Rp1,98 triliun.
Empat tersangka tersebut adalah SW (mantan Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran), MUL (mantan Direktur SMP), JT (Staf Khusus Mendikbudristek), dan IBAM (Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek).
Penetapan keempat tersangka ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan bernomor: Print-38/F.2/Fd.1/05/2025, jo. Print-54a/F.2/Fd.1/06/2025, dan jo. Print-57a/F.2/Fd.1/07/2025.
Abdul Qohar Direktur Penyidikan pada JAMPIDSUS Kejaksaan Agung menjelaskan bahwa para tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dalam proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk sekolah PAUD, SD, SMP, dan SMA, dengan nilai proyek mencapai Rp9,3 triliun.
“Para tersangka secara melawan hukum mengarahkan penggunaan sistem operasi ChromeOS dalam pengadaan TIK yang tidak sesuai kebutuhan, terutama di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Ini menyebabkan pemborosan anggaran dan tidak tercapainya tujuan program,” ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7/2025) malam.
Abdul Qohar menyebut, proses pengadaan sejak awal sudah diarahkan untuk menggunakan produk dari Google, yakni ChromeOS, melalui serangkaian rapat internal dan teknis yang melibatkan pejabat tinggi hingga penyedia pihak ketiga.
“Pada 6 Mei 2020, ada rapat melalui Zoom yang dipimpin oleh Mendikbudristek saat itu, dihadiri langsung oleh para tersangka. Dalam rapat tersebut, diputuskan untuk melaksanakan pengadaan dengan ChromeOS meski saat itu belum ada proses pengadaan resmi,” jelasnya.
JT selaku Staf Khusus Menteri bahkan diketahui telah membentuk grup WhatsApp “Mas Menteri Core Team” sejak Agustus 2019, yang membahas rencana digitalisasi sebelum pengangkatan NAM sebagai Menteri.
“Ini menunjukkan rencana penggunaan produk tertentu sudah dibuat jauh sebelum proses resmi berjalan. Bahkan dilakukan pembentukan kontrak dengan konsultan yang dekat dengan vendor,” tambah Qohar.
Dalam proses pengadaan, ditemukan praktik mark-up harga dan pengadaan software yang tidak sah, dengan rincian kerugian negara Item Software (CDM) Rp480 miliar, Mark-up harga laptop Rp1,5 triliun, sehingga total kerugian Rp1,98 triliun.
“Keuntungan penyedia diambil dari selisih harga yang tidak sah dengan pihak principal, dalam hal ini Google,” tegas Abdul Qohar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (subsidiair), Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, juga melanggar berbagai regulasi pengadaan dan administrasi pemerintahan lainnya, termasuk Perpres No. 16 Tahun 2018 dan Peraturan LKPP.
Kata Qohar, tim penyidik telah memeriksa lebih dari 80 saksi dan 3 ahli, serta menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen, laptop, hard drive, dan ponsel.
“Penyidikan akan terus dikembangkan, termasuk potensi penetapan tersangka lain,” ujar Qohar.(faz)