
Jumlah pasien kecanduan judi online (judol) di Rumah Sakit Menur Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Per Mei 2025, jumlah pasien meningkat jadi 85 orang dari bulan April sebelumnya mencapai 51 orang.
Meningkatnya jumlah pasien kecanduan judol itu diungkapkan drg. Vitria Dewi Direktur Utama RS Menur. Berdasarkan hasil asesmen terungkap bahwa penambahan pasien itu disebabkan karena pasien di layanan terapi napza seperti kecanduan narkotika juga bermain judol di waktu yang bersamaan.
“Tahun ini kemarin sampai April kami ada data 51 orang, masuk ke Bulan Mei meningkat 85 orang. Ini dari asesmen teman-teman kami, pasien yang diterapi napza itu juga beraktivitas dengan aplikasi judol,” ujar Vitria kepada suarasurabaya.net, Selasa (24/6/2025).
Setelah didalami oleh pihak rumah sakit, terdapat kecenderungan bahwa pasien di layanan napza baru bermain judol sesudah mengonsumsi narkotika.
“Katanya adrenalinnya meningkat, tidak memikirkan risiko,” tuturnya.
Sebagian besar pasien yang mendatangi RS Menur mengaku telah kehilangan uang senilai ratusan juta hingga miliaran rupiah akibat bermain judol.
“Yang jelas mereka enggak dateng sendiri, mereka diantar keluarganya. Karena mereka sudah kewalahan, karena ketika judol mereka biasanya terkait dengan pinjol (pinjaman online,” ujarnya.
Untuk itu Vitria mengungkapkan, pihak rumah sakit memberikan beragam terapi kepada pasien kecanduan judol tergantung kondisinya masing-masing.
Untuk pasien yang tingkat kecanduannya rendah diberikan terapi dengan rawat jalan. Kemudian juga diberikan resep obat, namun menyesuaikan kondisi.
Namun untuk pasien yang mengalami kecanduan judol tingkat tinggi bisa mendapatkan terapi perilaku dengan rawat inap di rumah sakit dengan metode psikososial.
“Maka di rawat inap di menur kalau masuk rumah sakit gadget gaboleh masuk,” ujarnya.
Vitria juga menegaskan, dalam proses terapi peran keluarga yang mendampingi sangat menentukan tingkat kesembuhan pasien. Sebab supporting sistem untuk lepas dari kecanduan sangat ditentukan di lingkungan terdekat.
“Apakah keluarga ini bisa mendampingi terus-terusan, apakah bisa tegas, atau selalu memberikan dukungan yang mana mendampingi supaya memutuskan hal-hal baik untuk dirinya,” tuturnya.(wld/iss)