Kejaksaan Agung melalui Tim Penyidik Koneksitas, yang terdiri dari Jaksa Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL), Polisi Militer (POM) TNI, dan Oditurat Jenderal TNI, telah melakukan serah terima tersangka dan barang bukti dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 1230 BT yang melibatkan Kementerian Pertahanan. Proses serah terima ini dilakukan pada Senin (1/12/2025) di Kantor Kejaksaan Agung.
Kasus ini melibatkan tiga tersangka, yakni Laksda TNI (Purn) L, yang menjabat sebagai Kepala Badan Pertahanan Kementerian Pertahanan periode 2015-2017, TAVH, Managing Director Eurasian Technology Holdings PTE Ltd, dan GKS, Direktur Utama Navayo International.
Proyek pengadaan satelit yang melibatkan Kementerian Pertahanan dimulai pada tahun 2016, dengan kontrak antara pemerintah Indonesia dan Navayo International, yang diwakili oleh GKS, untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan terkait. Kontrak ini berawal pada 1 Juli 2016 dengan nilai USD 34.194.300 yang kemudian direvisi menjadi USD 29.900.000.
Namun, kontrak ini diduga tidak mengikuti prosedur pengadaan barang dan jasa yang diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010. Salah satu masalah utama adalah penunjukan Navayo International tanpa melalui proses tender yang sah, yang kemudian diduga menjadi dasar untuk penyediaan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Akibatnya, barang yang diterima tidak dapat digunakan.
Menurut hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam proyek ini diperkirakan mencapai USD 21.384.851,89 atau setara dengan Rp306,83 miliar berdasarkan kurs dolar pada 15 Desember 2021. Kerugian tersebut terdiri dari pembayaran pokok senilai USD 20.901.209,9 dan bunga sebesar USD 483.642,74.
Sebagai informasi, terkait tagihan yang diajukan kepada negara, GKS selaku penyedia barang sempat memenangkan permohonan dalam arbitrase ICC di Singapura, dengan Putusan ICC CASE No. 24072/HTG tertanggal 22 April 2021. Selain itu, GKS juga mengajukan permohonan penyitaan aset negara Republik Indonesia yang berada di Paris, Perancis.
Kasus ini kini telah displit menjadi dua berkas perkara. Tersangka Laksda TNI (Purn) L dan TAVH berada dalam tahanan di Rutan POM AL dan Rutan Salemba, sementara GKS, yang masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang), akan diadili secara in absentia. Perkara ini akan disidangkan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025 tanggal 19 November 2025.
Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, menyatakan bahwa proses hukum terhadap para tersangka akan berjalan sesuai prosedur.
“Kejaksaan Agung bersama Tim Penyidik Koneksitas bekerja keras untuk mengungkap fakta-fakta dalam kasus ini. Kami akan terus mengejar seluruh pihak yang terlibat dalam tindak pidana korupsi ini, termasuk GKS yang saat ini masih menjadi buronan. Kami akan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan kerugian negara bisa dipulihkan,” ujar Anang.
Dalam perkara ini, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 3 jo. Pasal 18 yang sama, dengan ancaman pidana yang cukup berat. (faz/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
