
Kementerian kesehatan (Kemenkes) mencatat, per Maret 2025 pihaknya menemukan sebanyak 356.638 orang dengan HIV (ODHIV) dari total estimasi 564 ribu ODHIV hidup yang harus ditemukan pada 2025 untuk segera diberi penanganan.
Ina Agustina Isturini Direktur Penyakit Menular Kemenkes mengatakan, dari 356 ribu ODHIV tersebut, sekitar 67 persen atau 239.819 orang sedang dalam pengobatan dan sekitar 55 persen atau 132.575 virusnya tersupresi.
“Ini mulai dari penemuan kasusnya juga kita masih menjadi tantangan dan tidak jarang ada yang menghilang saat di-follow up, menyebabkan ODHIV hidup dan tahu statusnya itu jadi tidak belum ditemukan 95 persen,” katanya sat dilansir dari Antara, pada Jumat (20/6/2025).
Padahal, kata dia, untuk mengakhiri epidemi AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada 2030, ada target 95-95-95, yakni 95 ODHIV hidup mengetahui status penyakitnya, 95 persen diantaranya mengikuti pengobatan AntiRetroViral (ARV), dan 95 persen yang mengikuti pengobatan tersupresi virusnya.
“Tersupresi itu artinya virus orang tersebut tidak menularkan lagi. Walaupun virusnya masih ada,” ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa ada target Three Zeroes, yakni nol infeksi baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol stigma dan diskriminasi.
Ia mengatakan dari 356 ribuan ODHIV yang ditemukan, sebanyak 37 persen adalah populasi kunci seperti lelaki yang berhubungan seks dengan sesama lelaki (LSL), Wanita Pekerja Sosial (WPS), pemakai narkoba suntik (penasun), serta waria atau transgender.
Kemudian 36,7 persen populasi umum, seperti orang dengan sistem imun rendah, misalnya karena tuberkulosis, IMS, hepatitis, ibu hamil, dan warga binaan. Sisanya, 10,8 persen populasi khusus seperti calon pengantin, dan 15,3 populasi rentan, yakni pelanggan pekerja seks, pasangan populasi kunci, dan anak yang ibunya punya HIV/AIDS.
Sebagai upaya untuk menemukan dan menangani lebih banyak ODHIV serta IMS, Indonesia menggalakkan sejumlah upaya yakni pencegahan, surveilans, penangangan kasus, serta promosi kesehatan.
Untuk publik, lanjut dia, pencegahan formulanya adalah ABCDE, yakni abstinence atau tidak melakukan hubungan seksual sebelum waktunya, be faithful atau setia pada pasangan, kondom untuk mitigasi risiko. Kemudian, no drugs karena juga salah satu pintu masuk penularan melalui jarum suntik. Serta E adalah education.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga mengajak publik untuk tidak takut memeriksakan diri.
Sementara untuk mengurangi stigma dan diskriminasi, pihaknya telah melatih tenaga kesehatan dan mengedukasi publik tentang cara memperlakukan pasien HIV dan IMS, seperti tentang menjaga kerahasiaan dan privasi.
“HIV, IMS itu bukan masalah moral, tapi itu adalah masalah kesehatan. Seperti kita lihat tadi, itu bisa mengenai semua usia kok, dari 0 sampai lansia. Dan dia bisa mengenai seluruh lapisan masyarakat. Ada, bisa populasi umum juga bisa. Populasi yang mungkin. Artinya, semua itu adalah masalah kesehatan. Jadi, kita tidak, jangan menghakimi siapapun orangnya,” pungkasnya.(ant/ris/faz)