Kamis, 4 September 2025

Kemenkum Tegaskan Konser Akademik Dikecualikan dari Penarikan Royalti

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi Royalti Musik

Kementeriam Hukum (Kemenkum) menegaskan konser akademik dikecualikan dari penarikan royalti, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang mengatur penggunaan ciptaan untuk tujuan pendidikan termasuk ke dalam salah satu bentuk pengecualian.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara daring, Rabu (3/9/2025), Razilu Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum menyampaikan hal itu menanggapi aduan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) terkait penarikan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pada acara Connectica Fest.

“Menghormati hak cipta berarti menghargai karya kreatif anak bangsa. Namun dalam praktiknya, sistem hukum juga memberikan ruang pengecualian untuk kepentingan pendidikan agar tidak membebani proses akademik,” ucap Razilu, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Disebutkan bahwa Connectica Fest merupakan iuran akademik dari mata kuliah Event Management dan bersifat pendidikan, bukan komersial.

Razilu menuturkan hak cipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi, tetapi perlu dipahami bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Interlektual (DJKI) dalam hal tersebut bertindak sebagai pengawas LMKN dan tidak memiliki kewenangan langsung dalam penarikan royalti.

“Kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan LMKN,” tuturnya dikutip dari Antara.

Dalam kesempatan yang sama, Agung Damarsasongko Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkum menambahkan dasar hukum bagi LMKN untuk menarik royalti merupakan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Pada aturan tersebut, kata dia, khususnya terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) yang mengatur kewajiban pembayaran royalti atas pemanfaatan komersial lagu dan/atau musik.

“Namun apabila suatu kegiatan terbukti tidak bersifat komersial, penyelenggara dapat menyampaikan jawaban melalui surat yang ditujukan ke LMKN bahwa tiket yang dijual hanya sebatas menutupi kebutuhan operasional, bukan untuk keuntungan ekonomi,” kata Agung.

DJKI juga menekankan mekanisme perlindungan hak cipta tetap harus dihormati oleh semua pihak. Royalti merupakan hak ekonomi pencipta dan pemegang hak cipta yang wajib dijalankan sesuai hukum, tetapi pengguna ciptaan juga berhak mendapatkan kepastian hukum ketika suatu acara hanya bersifat pendidikan dan non-komersial.

Lebih lanjut, dia menyampaikan saat ini DJKI bersama LMKN yang baru dilantik pada Agustus 2025 dan berbagai pemangku kepentingan di bidang musik tengah fokus pada perancangan Rancangan Undang-Undang Hak Cipta yang diinisiasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Disebutkan bahwa regulasi baru itu akan memperkuat mekanisme pengelolaan, pengumpulan, serta pendistribusian royalti secara lebih transparan dan adil.

Sementara itu, dasar pelaksanaan teknis pengelolaan royalti diatur melalui Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021. Regulasi tersebut memberikan panduan operasional bagi LMKN dalam mengatur tata cara penarikan dan distribusi royalti.

DJKI pun mengajak seluruh kalangan, baik akademisi, mahasiswa, maupun industri musik, untuk bersama-sama memahami pentingnya perlindungan kekayaan intelektual.(ant/ata/kir/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 4 September 2025
33o
Kurs