
Kementerian Sosial (Kemensos) mengungkap jumlah anggaran untuk satu siswa Sekolah Rakyat Rp48 juta per tahun. Anggaran sejumlah itu digunakan untuk mencukupi berbagai kebutuhan guna mendukung pembelajaran.
“Kalau kami detailkan, kurang lebih untuk tiap siswa, itu per tahun anggarannya Rp48 juta lebih, yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam proses belajar-mengajar di Sekolah Rakyat. Jadi, Sekolah Rakyat ini sekolah inklusif,” kata Agus Jabo Priyono Wamensos melansir Antara, Rabu (16/7/2025).
Dia menjelaskan, saat ini Sekolah Rakyat yang tengah berjalan yakni Sekolah Rakyat rintisan yang pada akhir Juli 2025 ada di 100 titik, dengan jumlah siswa mencapai 9.755. Sedangkan jumlah guru, tenaga pendidik, wali kelas, dan wali asrama mencapai 1.554 orang.
Per 14 Juli 2025, ada 63 titik Sekolah Rakyat yang telah melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), dengan berbagai kegiatan orientasi yang dilakukan mulai dari tes kesehatan, pengenalan kelas, ruang asrama, laboratorium, perpustakaan, hingga pemetaan bakat atau talent mapping siswa menggunakan teknologi akal imitasi (AI).
“Jadi, siswa-siswa ini bakatnya di mana, itu kemudian kami menggunakan teknologi AI, mendata anak-anak itu menurut bakatnya masing-masing, termasuk kami juga melakukan pendalaman untuk kemampuan akademik terhadap anak-anak,” ucap Agus.
Agus menambahkan, rencananya 37 Sekolah Rakyat yang lain akan mulai beroperasi sekitar akhir Juli 2025. Sehingga, total ada 100 sekolah yang akan berjalan. Selanjutnya, Kemensos akan fokus membangun Sekolah Rakyat permanen.
“Selanjutnya kami akan melanjutkan perintah Presiden untuk menyediakan juga sekolah-sekolah rakyat permanen. Saat ini (yang berjalan) sekolah rintisan, nanti yang berikutnya adalah sekolah permanen, kita akan bangun lewat lahan-lahan yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten, pemerintah kota, maupun pemerintah provinsi,” paparnya.
Di tahun 2026, kata Agus, para siswa yang saat ini mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat rintisan akan dipindahkan ke Sekolah Rakyat permanen.
“Jadi untuk pembangunan Sekolah Rakyat, lahannya itu perintah terakhirnya 8,2 hektare (per sekolah), itu anggaran yang disediakan oleh pemerintah sekitar Rp200 miliar (per sekolah), tetapi itu bukan hanya untuk pembangunan, melainkan juga untuk kebutuhan-kebutuhan operasional sekolah selama satu tahun,” tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menyebut para siswa Sekolah Rakyat dipilih berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang memprioritaskan warga miskin dan miskin ekstrem di desil satu.
“Kami berangkat dari sana (DTSEN) di dalam melakukan rekrutmen siswa, siapa yang merekrut tim? Dari Kemensos, kemudian dari pemerintah daerah ada dinas sosial, kemudian ada Badan Pusat Statistik (BPS), ada pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), ada kepala desa, termasuk hasil dari rekrutmen siswa yang berdasarkan data dan ground check, ini harus diteken oleh bupati atau wali kota dan diserahkan ke Kemensos,” pungkasnya.(ant/ata/ham/rid)