Minggu, 15 Juni 2025

Komisi II Segera Panggil Mendagri, Gubernur Sumut dan Aceh soal Sengketa 4 Pulau

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Bobby Nasution Gubernur Sumut (kiri depan) menemui H Muzakir Manaf Gubernur Aceh (kanan depan) di Meuligoe Gubernur Aceh, Rabu (4/6/2025). Foto: Antara

Komisi II DPR RI akan segera memanggil Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Bobby Nasution Gubernur Sumatera Utara (Sumut), dan Muzakir Manaf Gubernur Aceh, untuk membahas sengketa empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Selain itu, DPR juga akan memanggil Safriadi Oyon Bupati Aceh Singkil dan Masinto Pasaribu Bupati Tapanuli Tengah, agar seluruh pihak yang terlibat bisa duduk bersama mencari solusi atas polemik batas wilayah tersebut.

“Segera kami jadwalkan, ya. Sekarang DPR RI masih reses,” ujar Bahtra Banong Wakil Ketua Komisi II DPR RI, di Jakarta, Sabtu (14/6/2025) dilansir Antara.

Ia menegaskan bahwa pemanggilan itu akan dilakukan setelah masa reses DPR berakhir pada 23 Juni 2025.

Bahtra menegaskan, Komisi II DPR RI akan memfasilitasi pertemuan antara Kemendagri, Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Pemkab Aceh Singkil, dan Pemkab Tapanuli Tengah guna menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah, dengan mengedepankan asas kekeluargaan dan persatuan.

Ia meminta semua pihak untuk menahan diri dan tidak membawa persoalan ini ke ranah politik, apalagi menjadikannya alat provokasi yang dapat memecah belah masyarakat.

Menurutnya, penyelesaian polemik empat pulau tersebut harus dilakukan secara holistik, adil, dan partisipatif, dengan pendekatan hukum, teknologi geospasial, sejarah, dan dialog sosial.

Bahtra menilai bahwa konflik batas wilayah, apalagi yang melibatkan pulau kecil seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumut bukan hanya persoalan teknis administratif. Masalah ini juga menyentuh aspek identitas, histori, ekonomi, sosial, serta simbol kedaulatan daerah.

Ia juga menyoroti bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 perlu ditinjau kembali. Menurutnya, eksekusi atas keputusan tersebut sebaiknya ditunda hingga dilakukan klarifikasi lapangan.

Jika terbukti secara yuridis dan historis bahwa keempat pulau yang disengketakan yakni Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang merupakan wilayah Aceh, maka revisi terhadap Kepmendagri harus dilakukan.

Bahtra menekankan pentingnya pembentukan Tim Klarifikasi Wilayah oleh Kemendagri yang melibatkan Pemprov Aceh, Pemprov Sumut, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta DPR RI.

Proses klarifikasi ini, kata dia, juga harus melibatkan masyarakat lokal dan lembaga adat Aceh sebagai bagian dari proses verifikasi fakta yang adil dan menyeluruh.

Ia juga mengingatkan agar seluruh proses penyelesaian ini berpedoman pada konstitusi dan undang-undang yang berlaku. Kepmendagri tersebut, katanya, tidak boleh bertentangan dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa, termasuk Aceh.

Ia juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), serta Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2009 tentang Pemerintah Aceh.

Lebih lanjut, Bahtra menyebut bahwa kasus serupa tidak hanya terjadi di Aceh dan Sumut. Di sejumlah daerah lain di Indonesia, konflik perebutan pulau juga pernah muncul.

Beberapa di antaranya adalah sengketa Pulau Talan dan Pulau Babi antara Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Provinsi Maluku, konflik batas Muara Sungai Tambangan antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, serta sengketa Pulau Semak Daun dan Pulau Cipir antara Jakarta dan Banten. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Minggu, 15 Juni 2025
29o
Kurs