Komisi Nasional Haji (Komnas Haji) menilai postur biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun 2026 M/1447 H yang baru diumumkan pemerintah dan DPR cukup moderat.
Penetapan biaya haji kali ini dinilai mampu menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keberlanjutan keuangan haji nasional.
Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) bersama Panja Haji DPR RI menetapkan rata-rata biaya haji sebesar Rp87,4 juta per jemaah. Dari jumlah itu, Rp54,1 juta (62 persen) akan ditanggung langsung oleh jemaah, sementara Rp33 juta disubsidi melalui optimalisasi nilai manfaat dana kelolaan haji.
Angka tersebut menunjukkan penurunan sekitar Rp1,2 juta dibandingkan biaya tahun sebelumnya yang mencapai Rp89,41 juta, dengan Bipih Rp55,43 juta dan nilai manfaat Rp33,98 juta.
Mustolih Siradj Ketua Komnas Haji menyebut postur biaya itu sebagai hasil kompromi yang sehat di tengah kondisi ekonomi nasional maupun global yang belum stabil.
“Postur ini cukup moderat karena efisiensi tetap bisa dilakukan tanpa menambah beban subsidi yang ditanggung dari nilai manfaat dana haji,” ujar Mustolih dalam keterangannya, Kamis (30/10/2025).

Menurutnya, keputusan tersebut mampu menjaga dua kepentingan yang sering bertolak belakang yakni menekan Bipih agar tidak memberatkan jemaah, sekaligus memastikan subsidi dari dana manfaat tidak membengkak.
“Kalau ingin populis, nilai manfaat bisa saja dinaikkan, tapi dampaknya berbahaya untuk keberlanjutan keuangan haji. Idealnya, porsi subsidi harus terus dikurangi secara bertahap,” tambahnya.
Saat ini, nilai manfaat dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencapai Rp172 triliun, bersumber dari setoran awal 5,5 juta calon jemaah yang masih dalam antrean.
Dana itu diinvestasikan pada instrumen syariah, hasilnya dibagi untuk tiga pos, masing-masing subsidi jemaah yang berangkat (sekitar Rp33–35 juta per orang), bagi hasil bagi jemaah tunggu (sekitar Rp500 ribu per orang per tahun), serta biaya operasional BPKH sekitar 5 persen per tahun.
Mustolih menilai komposisi pembagian hasil investasi tersebut masih timpang dan perlu rasionalisasi.
“Subsidi untuk jemaah berangkat jauh lebih besar dibanding jemaah tunggu. Dalam jangka panjang ini bisa membahayakan keberlanjutan dana haji dan kinerja BPKH,” ujarnya.
Selain soal biaya, Komnas Haji juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas pelayanan haji di semua tahap, mulai dari persiapan di tanah air, pelaksanaan di Tanah Suci, puncak prosesi di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), hingga pemulangan jemaah ke tanah air.
“Tahun 2026 nanti merupakan tugas perdana Kemenhaj mengawal keberangkatan jemaah haji. Publik pasti akan memberi perhatian besar, termasuk Presiden,” kata Mustolih.
Komnas Haji berharap Kemenhaj dan Panja Haji DPR konsisten dengan kesepakatan yang sudah diumumkan hingga terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) sebagai payung hukum resmi penyelenggaraan haji tahun 2026.(faz/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
