
Johanis Tanak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), mengatur penyelidik dan penyidik minimal harus berpendidikan sarjana ilmu hukum.
“Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” katanya saat dilansir dari Antara, pada Jumat (30/5/2025).
Hal tersebut perlu diatur, kata dia, karena saat ini baik penyelidik maupun penyidik tidak disarankan berpendidikan S-1 ilmu hukum, sedangkan advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan demikian.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar RUU KUHAP menghilangkan peran penyidik pembantu karena dinilai sudah tidak diperlukan lagi.
“Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” katanya.
Lebih lanjut, ia juga mengusulkan agar pada tahap penuntutan sudah diatur dengan jelas dan tegas mengenai tenggang waktu penanganan perkara.
Terakhir, Tanak mengusulkan perlu adanya pengaturan mengenai perlindungan terhadap pelapor.
Menurutnya, hal-hal tersebut diusulkan agar diatur dalam RUU KUHAP karena aturan yang berlaku saat ini merupakan produk era orde lama.
“Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” jelasnya.
Seperti diketahui, RUU KUHAP saat ini sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI.(ant/ris/faz)