Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan kegiatan belajar-mengajar di wilayah terdampak bencana tetap berjalan, meski dengan penyesuaian sesuai kondisi lapangan. Prinsip utamanya keselamatan peserta didik, dukungan psikologis, dan keberlanjutan proses belajar.
Abdul Mu’ti Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa pemerintah daerah diberi ruang penuh untuk menentukan skema pembelajaran.
Menurutnya, kondisi setiap sekolah berbeda, sehingga pendekatan yang diterapkan pun tidak bisa disamaratakan.
“Situasi di tiap daerah memang tidak sama. Karena itu pengaturan pembelajaran kami serahkan kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Yang penting, hak belajar anak harus tetap terjaga, dan aspek keselamatan menjadi prioritas,” ujar Mu’ti, dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).
Kata dia, di wilayah terdampak, berbagai pola pembelajaran diterapkan sesuai kebutuhan. Ada sekolah yang menggunakan sistem bergilir pagi-siang, pembelajaran jarak jauh, hingga meminjam ruang belajar di sekolah lain. Untuk daerah yang paling terdampak, tenda darurat dimanfaatkan sebagai ruang kelas sementara. Penilaian akhir semester pun dibuat luwes, tergantung kesiapan masing-masing satuan pendidikan.
“Daerah dan sekolah bisa memilih bentuk pembelajaran maupun asesmen yang paling memungkinkan. Bisa tetap mengadakan tes, menggantinya dengan penilaian harian, atau menjadikan kegiatan bakti sosial sebagai dasar penilaian,” jelas Mu’ti.
Sementara itu, Toni Toharudin Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan kerangka kebijakan berjenjang untuk memastikan layanan pendidikan tetap berlangsung sejak masa darurat hingga beberapa tahun setelah bencana.
Pada tiga bulan awal, fokus diarahkan pada kurikulum yang disederhanakan, bahan ajar darurat, pembelajaran adaptif, dukungan psikososial, serta asesmen sederhana yang aman bagi siswa.
Memasuki bulan ke-3 hingga ke-12, prioritas bergeser pada pemulihan kemampuan dasar siswa melalui kurikulum adaptif berbasis krisis, program remedial intensif, pembelajaran fleksibel, dan asesmen transisi berbasis portofolio serta perkembangan sosial-emosional.
“Untuk jangka satu sampai tiga tahun, kami fokus memperkuat kembali kualitas pembelajaran, mengintegrasikan pendidikan kebencanaan secara permanen, dan memastikan layanan pendidikan inklusif tetap berjalan. Evaluasi jangka panjang terhadap literasi, numerasi, kehadiran, serta kondisi psikososial siswa juga terus dilakukan,” tambah Toni.
Ia juga menyampaikan bahwa Pusat Kurikulum dan Pembelajaran telah menyusun Panduan Implementasi Pendidikan Kebencanaan sebagai acuan bagi sekolah. Di dalamnya termasuk peta kompetensi kebencanaan untuk tiap jenjang pendidikan, yang bisa diintegrasikan dengan mata pelajaran relevan.
Toni menegaskan bahwa seluruh upaya pemulihan berjalan paralel dengan proses rekonstruksi fasilitas pendidikan oleh pemerintah daerah dan kementerian terkait.
“Kami sudah punya peta jalan kebijakan pascabencana. Ini bukan hanya tentang pemulihan jangka pendek, tetapi juga memperkuat ketahanan sekolah ke depan,” pungkasnya.(faz/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
