
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama empat asosiasi industri asuransi di Indonesia menandatangani kerja sama persiapan aktivasi Program Penjaminan Polis (PPP) yang ditargetkan mulai berjalan pada tahun 2028.
“Perlindungan konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan adalah dua aspek yang menjadi pertimbangan utama untuk PPP,” kata Ferdinan D. Purba, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Penjaminan Polis, di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (18/10/2025) yang dilansir Antara.
Penandatanganan kerja sama tersebut dilakukan bersama Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), dan Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) di sela puncak peringatan Hari Asuransi 2025 di Nusa Dua, Bali.
Menurut Ferdinan, kerja sama ini meliputi beberapa ruang lingkup, mulai dari penyediaan tenaga ahli di sektor asuransi untuk mendukung persiapan dan pelaksanaan PPP, hingga penyelenggaraan edukasi, sosialisasi, dan publikasi kepada perusahaan asuransi dan masyarakat guna meningkatkan literasi tentang program tersebut.
Selain itu, LPS dan asosiasi juga akan bekerja sama dalam bidang pendidikan, pelatihan, serta riset terkait industri asuransi.
“Saat ini kami sedang merumuskan kebijakan pelaksanaan PPP dan kebijakan persiapan likuidasi perusahaan asuransi dan asuransi syariah yang rencananya mulai aktif pada 2028,” ujar Ferdinan.
Ia menambahkan, rumusan kebijakan tersebut disusun dengan mempertimbangkan dinamika dan tantangan industri asuransi masa kini dan masa depan.
“Apabila dinamika dalam sektor keuangan menuntut kami menerapkan ini lebih awal, tentu dengan dukungan otoritas (OJK), asosiasi, dan pelaku industri, kami yakin bisa melakukan lebih cepat dibandingkan batas waktu maksimal yang ditetapkan undang-undang,” jelasnya.
Ferdinan menegaskan, LPS akan berperan sebagai otoritas penjaminan polis sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK).
Sesuai UU tersebut, fungsi LPS diperluas untuk menjamin polis asuransi sekaligus menangani penyelesaian perusahaan asuransi dan asuransi syariah yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
PPP sendiri merupakan mekanisme perlindungan yang mirip dengan sistem penjaminan simpanan di sektor perbankan dan sudah umum diterapkan di berbagai negara.
“Berdasarkan praktik internasional, sumber dana program ini umumnya berasal dari premi perusahaan asuransi yang menjadi peserta PPP,” kata Ferdinan.
Ia menambahkan, kehadiran PPP akan memberikan manfaat besar bagi pemegang polis dengan memperkuat komunikasi positif antara LPS sebagai penjamin dan pelaku industri asuransi.
Sementara itu, Budi Herawan, Ketua AAUI, menyebut kerja sama dengan LPS menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan industri asuransi nasional.
“PPP yang saat ini dalam tahap penyusunan peraturan pemerintah (PP) akan memperkuat sektor keuangan nasional. Namun implementasinya harus dilakukan secara bertahap dan terukur, dengan memperhatikan kesiapan industri,” ujar Budi. (ant/bil/faz)