
Pemerintah Provinsi Jawa Timur gencar melakukan rehabilitasi mangrove sejak 2021 untuk menjaga ekosistem lingkungan di wilayah pesisir. Hasilnya, luasan tanaman bakau itu meningkat 13,29 persen atau seluas 3.618 hektare.
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur dalam Festival Mangrove Jawa Timur VII di Probolinggo menyebut, hutan mangrove di Jatim saat ini mencapai 30.839,3 hektare atau yang paling luas di Pulau Jawa.
“Angka ini menjadikan Jawa Timur tetap sebagai provinsi dengan mangrove terluas di Pulau Jawa, yakni 48,38 persen dari total mangrove di pulau ini,” kata Khofifah dalam keterangannya, Rabu (20/8/2025).
Menurut Khofifah, momentum Festival Mangrove bukan semata urusan kehutanan atau pesisir. Tapi, sebagai investasi masa depan bangsa dalam bentuk perlindungan ekosistem, pengendalian perubahan iklim, sekaligus penguatan ketahanan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.
“Jadi, kami ingin memberikan referensi kehidupan, bagaimana hidup dan memberikan kehidupan yang lain termasuk adalah kehidupan ekosistem di laut,” katanya.
Keberadaan ekosistem mangrove, lanjut Khofifah, penting bagi masyrakat. Sebab, secara administratif Jatim memiliki 22 kabupaten/kota dengan 151 kecamatan pesisir atau berpantai, 504 pulau-pulau kecil, termasuk 3 pulau kecil terluar (PPKT).
Luas wilayah laut Jatim mencapai 5.202 km², dan total luas perairan 5.240.812,36 hektare.
Data itu menunjukkan ekosistem pesisir termasuk mangrove, memiliki peran strategis dalam pembangunan Jatim.
“Jawa ini dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, termasuk potensi kelautan yang luar biasa,” sebutnya.
Gubernur Jatim menegaskan, pengelolaan ekosistem mangrove hanya dapat terwujud melalui kolaborasi berbagai pihak mulai dari kementerian, pemerintah daerah, pegiat lingkungan hingga akademisi.
Untuk itu, Khofifah mengajak seluruh kepala daerah di Jatim, pimpinan BUMN, BUMD, BUMS, serta para mitra strategis untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung program rehabilitasi ekosistem mangrove.
“Ini adalah proses yang kita lakukan dengan sinergi sangat banyak elemen, InsyaAllah ekosistemnya sudah terbangun bahwa kampus-kampus terlibat secara aktif, kemudian elemen-elemen pecinta dan penggiat mangrove juga sudah menyatu, perangkat daerah lalu pemerintah daerah kabupaten kota juga instansi-instansi vertikal,” sebutnya.
Sementara itu, Sigit Reliantoro Deputi Tata Lingkungan KLHK menyampaikan, PP Nomor 27 tahun 2025 mengamanahkan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di level nasional, provinsi, DNA kabupaten kota.
Dia bilang, Pemprov Jatim merupakan pelopor penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di level provinsi.
“Ilmu yang ibu miliki bisa ditularkan ke provinsi-provinsi lain secepatnya ilmu tentang bagaimana bisa menggerakkan kelompok masyarakat, akademisi, mekanisme pembiayaan yang inovatif, dan lain sebagainya bisa dimasukkan dalam RPPM dan kemudian direplikasi di seluruh Indonesia,” kata Sigit.(wld/rid)