Kamis, 3 Juli 2025

Marak Predator Seksual Digital, DPRD Jatim Rancang Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi. Kekerasan seksual. Foto: suarasurabaya.net

Tantangan memberikan perlindungan dalam ruang digital bagi perempuan dan anak semakin kompleks. Sejumlah kasus terus bermunculan akibat minimnya pengawasan di ruang digital, seperti cyber bullying hingga pelecehan seksual berbasis digital.

Merespons kondisi itu, DPRD Jawa Timur tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Rapreda) Perlindungan Perempuan dan Anak yang lebih relevan untuk menjangkau potensi kejahatan di ruang digital.

Hikmah Bafaqih Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur menyatakan, sekarang Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak masih dalam tahap penyusunan pasal.

Selama proses penyusunan naskah akademik Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak, Komisi E DPRD Jatim sudah berdiskusi dengan organisasi pemerhati perempuan dan anak dari berbagai segmen.

“Kami mulai membedah mendiskusikan pasal demi pasal Perda Perlindungan Perempuan dan Anak. Sepanjang pembahasan ini kami juga mengundang expert untuk mendapat masukan,” ujarnya dikonfirmasi suarasurabaya.net Rabu (2/7/2025).

Hikmah melanjutkan, Raperda baru ini akan lebih berfokus pada pencegahan model kejahatan baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi.

“Terutama pencegahan di area digital. Ini belum diatur karena waktu itu belum cukup marak terjadi. Dan saat ini kejahatan yang melibatkan area digital sangat luar biasa, maka kami akan mengatur secara spesifik,” tuturnya.

Berdasarkan studi Disrupting Harm tahun 2022, Hikmah menyebut tingkat kepemilikan ponsel pintar di usia 16-24 tahun mencapai 93,3 persen. Sementara penggunaan media sosial mencapai 90,7 persen.

Data itu menunjukkan anak-anak dan remaja menjadi pengguna aktif teknologi digital. Namun, pemanfaatan teknologi oleh anak-anak juga membawa potensi risiko yang signifikan.

Studi tersebut juga mengungkap 41 persen anak dan remaja di Indonesia menyembunyikan usia asli mereka saat online, yang membuat mereka lebih rentan terhadap predator digital dan eksploitasi seksual.

“Pengalaman saya jadi pendamping perempuan dan anak korban kekerasan seksual, itu predator seksual biasanya mendalami lewat tracking media sosial mereka (korban) dari situ kemudian dilakukan pendekatan,” ungkapnya.

Lalu, berdasarkan Survei U-Report pada 2019 menemukan dari 2.777 responden anak muda usia 14–24 tahun, sebanyak 45 persen mengalami cyberbullying, dengan rincian 49 persen laki-laki dan 41 persen perempuan.

Masih berdasarkan Survei U-Report, tiga dari sepuluh anak juga dilaporkan mengalami eksploitasi atau pelecehan seksual online selama pandemi.

“Karena literasi media sosial kita harus diakui lemah, hingga kemudian anak-anak itu dalam tanda kutip tampil telanjang di media sosial sehingga berpotensi menjadi korban,” tuturnya.

Di sisi lain, berdasarkan data SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindnugan Anak, tren kasus kekerasan perempuan dan anak di Jawa Timur fluktuatif.

Pada tahun 2023, terdapat 972 kasus kekerasan terhadap Perempuan dan 1.531 kasus kekerasan terhadap anak. Pada tahun 2024, terdapat 771 kasus kekerasan terhadap Perempuan dan 1.103 kasus kekerasan terhadap anak.

Hikmah berharap Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak bisa segera dirampungkan supaya pencegahan dan penanganan kasus kejahatan model baru bisa diminimalisir serta ditindak sesuai aturan baru.

“Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak ini akan mengatur menjadi lebih spesifik yang tidak perlu tumpang tindih dengan UU yang normanya sudah kuat,” pungkasnya.(wld/rid)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 3 Juli 2025
31o
Kurs