
Massa sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) mengaku setuju dengan penerapan penindakan Over Dimension Over Loading (ODOL), asal ada ketentuan soal tarif angkutan.
Angga Firdiansyah Ketua GSJT mengaku, permintaan massa untuk menghentikan operasi atau penindakan ODOL karena mereka menilai regulasi pemerintah belum lengkap.
“Harusnya pemerintah memberikan regulasi dulu, memberikan kebijakan berupa regulasi minimal untuk angkutan logistik berupa tarif. Seperti itu. Karena teman-teman muat ODOL tersebut mereka karena kebutuhan, maunya teman-teman tetap muat yang ringan tapi ongkosnya bisa maksimal,” ucapnya ditemui di depan Kantor Gubernur Jatim, Kamis (19/6/2025).
Menurutnya sejauh ini tidak ada ketentuan batas minimal tarif angkutan, hanya kesepakatan antara sopir dan pemilik barang.
“Tidak ada regulasi khusus yang mengatur tarif tersebut. Nah, untuk teman-teman yang muat ODOL itu memenuhi kebutuhan industri dan kebutuhan pasar. Kalau mereka enggak mau muat, ya enggak dapat muatan. Seperti Itu, benturannya,” bebernya.
Ia berharap, tuntutan yang dibawa sejak 2022 lalu ini bisa diakomodir tahun ini.
“Kami mulai awal dari 2022 itu setuju dengan adanya ODOL. Karena berdasarkan keselamatan teman-teman di jalan. Itu tadi kembali lagi pemerintah harus memberikan kebijakan-kebijakan melalui regulasi,” ungkapnya lagi.
Saat berita ini ditulis, perwakilan massa aksi sedang proses audiensi dengan Nyono Kepala Dinas Perhubungan Jatim.
1. Hentikan operasi ODOL
2. Regulasi ongkos angkutan logistik
3. Revisi UULLAJ Nomor 22 Tahun 2009
4. Perlindungan hukum kepada sopir
5. Berantas premanisme dan pungli
6. Kesetaraan perlakuan hukum. (lta/bil/ham)