Supratman Andi Agtas Menteri Hukum (Menkum) menegaskan pemberian rehabilitasi terkait kasus korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022, tidak berimplikasi pada penegakan hukum selanjutnya yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab, menurut Menkum, rehabilitasi yang diberikan dalam kasus itu merupakan hak subjektif atau hak istimewa yang digunakan oleh Presiden.
“Karena itu prinsipnya tidak ada masalah. Tidak ada masalah dengan proses penegakan hukum selanjutnya, tidak akan berpengaruh apa pun,” ucap Supratman dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/11/2025) yang dikutip Antara.
Rehabilitasi adalah tindakan resmi negara untuk memulihkan hak seseorang dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya, yang diberikan apabila orang tersebut ditangkap, ditahan, dituntut, atau pun diadili tanpa alasan yang sah berdasarkan undang-undang atau karena adanya kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan.
Adapun tujuan utama dari hak rehabilitasi untuk mengembalikan nama baik dan status seseorang yang sebelumnya tercemar akibat proses hukum yang keliru atau tidak adil. Dia menjelaskan pemberian rehabilitasi berbeda dengan abolisi maupun amnesti lantaran rehabilitasi memiliki banyak format.
Misalnya, kata Menkum, rehabilitasi yang otomatis diberikan saat putusan bebas karena di dalam putusan hakim biasanya menyebutkan yang bersangkutan harus direhabilitasi dan diberikan ganti rugi.
Sementara rehabilitasi yang diberikan terkait kasus ASDP, lanjut dia, merupakan hak prerogratif presiden.
Adapun rehabilitasi pada kasus tersebut diberikan kepada tiga terpidana, yakni Ira Puspadewi Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024, Muhammad Yusuf Hadi Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024, serta Harry Muhammad Adhi Caksono Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024.
“Artinya dengan ini apa pertimbangan Bapak Presiden? Ya Bapak Presiden lah yang karena memang satu-satunya memiliki hak istimewa tersebut,” katanya.
Menkum menuturkan kasus ASDP sudah lama menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah ada konklusi dari parlemen, pihak DPR pun mengirimkan surat ke Kementerian Hukum.
Dalam surat itu, ia menjelaskan DPR memberikan banyak masukan terkait proses hukum yang berlangsung pada kasus ASDP. “Karena itu kemudian kami mengusulkan kepada Bapak Presiden untuk diberi rehabilitasi,” ucap Supratman.
Sebelumnya, Prabowo Subianto Presiden telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga pihak yang tersangkut dalam perkara hukum PT ASDP Indonesia Ferry.
Keputusan tersebut disampaikan Sufmi Dasco Ahmad Wakil Ketua DPR RI dalam keterangan persnya bersama Prasetyo Hadi Menteri Sekretaris Negara dan Teddy Indra Wijaya Sekretaris Kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/11/2025) lalu.
“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah ada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” katanya.
Ia mengatakan Presiden telah mengamati rangkaian komunikasi antara DPR dan pemerintah terkait dinamika kasus yang mencuat sejak Juli 2024 itu. Dasco menjelaskan sejak kasus ASDP bergulir, DPR menerima berbagai pengaduan dan aspirasi dari masyarakat maupun kelompok masyarakat.
Adapun ketiga terpidana telah dijatuhkan hukuman penjara. Rinciannya Ira Puspadewi divonis pidana empat tahun dan enam bulan, sedangkan Yusuf Hadi dan Harry Muhammad masing-masing empat tahun penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan ketiganya secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,25 triliun.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda kepada para terpidana. Untuk Ira, denda yang dikenakan sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Sementara untuk Yusuf dan Harry dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Atas perbuatannya, ketiganya dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/bil/ham)
NOW ON AIR SSFM 100
