
Benjamin Netanyahu Perdana Menteri (PM) Israel menyatakan akan kembali maju dalam pemilihan parlemen Israel yang dijadwalkan berlangsung pada 2026.
Keputusan ini diumumkannya di tengah tekanan internasional dan ancaman perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait dugaan kejahatan perang dan genosida di Jalur Gaza.
Melansir Xinhua, Minggu (19/10/2025), dalam wawancara dengan stasiun televisi Channel 14 pada Sabtu (11/10/2025), Netanyahu memastikan dirinya siap kembali bertarung dalam pemilu mendatang. Ketika ditanya apakah ia berniat mencalonkan diri lagi, Netanyahu menjawab singkat, “Ya.”
Wartawan kemudian menanyakan apakah ia yakin akan menang. Dengan nada percaya diri, Netanyahu kembali menjawab, “Ya.”
Netanyahu, yang akan berusia 76 tahun pekan depan, saat ini memimpin koalisi sayap kanan ekstrem yang berkuasa di Israel. Dalam pemilu 2022 lalu, partainya Likud berhasil meraih 32 kursi di parlemen (Knesset) dari total 120 kursi.
Ia kemudian mendapatkan dukungan dari 64 anggota Knesset untuk membentuk pemerintahan, dan dilantik sebagai perdana menteri pada Desember 2022.
Karier politik Netanyahu sudah berlangsung panjang. Ia pertama kali menjabat sebagai perdana menteri pada 1996–1999, kemudian kembali memimpin Israel selama 12 tahun berturut-turut pada 2009–2021 sebelum sempat tergeser oleh koalisi tengah pimpinan Yair Lapid dan Naftali Bennett.
Kini, langkah Netanyahu untuk kembali maju dipandang sebagai upaya mempertahankan kekuasaan di tengah sorotan tajam dunia internasional atas agresi militer Israel di Gaza, yang telah menewaskan puluhan ribu warga sipil.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sebelumnya mengumumkan proses penyelidikan terhadap Netanyahu dan sejumlah pejabat tinggi Israel atas dugaan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza sejak Oktober 2023.
Jika terbukti bersalah, Netanyahu berpotensi menjadi pemimpin pertama Israel yang dijerat hukum internasional atas kejahatan perang. Namun, di dalam negeri, ia masih memiliki basis dukungan kuat dari kelompok nasionalis dan religius garis keras yang menilai kebijakannya sebagai upaya mempertahankan keamanan Israel. (bil/iss)