Rabu, 9 Juli 2025

Pakar Hukum Internasional: Indonesia Tak Bisa Digugat Atas Kematian Juliana Marins di Rinjani

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Petugas medis mengevakuasi jenazah Juliana, pendaki asal Brasil yang tewas terjatuh di Gunung Rinjani saat tiba di RS. Bhayangkara Mataram, NTB, Rabu malam (25/6/2025). Foto: Antara

Keluarga Juliana Marins dan kuasa hukumnya mengancam menggugat pemerintah Indonesia ke Inter American Commission on Human Rights untuk bertanggung jawab atas meninggalnya perempuan 26 tahun itu di Gunung Rinjani.

Upaya menempuh jalur hukum ini dilakukan jika autopsi ulang di Brasil membuktikan adanya kelalaian dalam penanganan jenazah oleh pihak Indonesia. Mereka meragukan hasil autopsi Indonesia yang menyebut Marins meninggal 20 menit setelah jatuh karena benturan keras.

Sementara Yusril Ihza Mahendra Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan membantah bahwa Indonesia dapat digugat atas kematian Juliana. Hal ini, kata Yusril, karena Indonesia bukanlah negara yang menjadi anggota ataupun pihak yang tergabung dalam forum tersebut.

Yusril mengatakan, Indonesia juga tidak dapat digugat secara serta-merta ke lembaga seperti International Court of Justice (ICJ) ataupun International Criminal Court (ICC). Sebab hal itu hanya dapat dilakukan kalau ada persetujuan dari negara yang mengikuti forum tersebut.

Merespons sengkarut kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani tersebut, Prof. Hikmahanto Juwana Pakar Hukum Internasional menjelaskan, rencana keluarga korban untuk melayangkan gugatan tak bisa dihalangi. Sebab itu merupakan hak dari keluarga korban.

“Pertanyaannya adalah apakah ini gugatan diajukan ke perusahaan yang mendampingi Yuliana atau mungkin pendampingnya atau mungkin juga pemerintah daerah. Kita masih belum tahu, belum jelas. Yang saya dengar infonya adalah sebenarnya keluarga korban akan menyampaikan ke Pemerintah Brasil. Dan kemudian nanti yang pemerintah Brasil lah yang akan menyampaikan kepada pemerintah Indonesia,” kata Hikmahanto dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (9/7/2025).

Keluarga korban, melalui lembaga semacan Komnas HAM, mengancam akan membawa perkara ini Inter American Commission on Human Rights. Hanya saja, seperti apa yang sudah disampaikan Yusril Ihza Mahendra, Hikmahanto menyatakan bahwa Indonesia bukan anggota dari forum atau lembaga tersebut.

“Kan Indonesia bukan anggota forum negara-negara Amerika Latin itu. Indonesia kan tidak ada di kawasan itu. Nah, apakah langkah ini tepat,” terangnya.

“Kemudian jika pemerintah Brasil yang menggugat, pertanyaan saya lagi, menggugatnya di forum apa? Kalau antarpemerintah memang ada namanya Mahkamah Internasional. Tapi Mahkamah Internasional ini harus disetujui oleh negaranya bersengketa. Jadi tidak bisa, dalam tanda kutip, sembarangan seperti di pengadilan saya menggugat terus kemudian nanti akan dijawab oleh pihak yang digugat,” paparnya.

Mantan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini juga mengapresiasi sikap Yusril Ihza Mahendra yang menawarkan investigasi bersama dalam perkara kematian Juliana Marins.

“Kita (Indonesia) sudah melakukan investigasi, sudah melakukan visum, dan lain sebagainya. Tapi kalau itu tidak dipercaya, ya ayo kita lakukan bersama. Kita rekonstruksi, kira-kira seperti itu,” sebut Hikmahanto.

Hikmahanto mengambil contoh terkait kekerasan yang dialami Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri. Ia menilai kejadian ini serupa, di mana Indonesia tak dapat mempermasalahkan negara-negara seperti Malaysia atau Arab Saudi ke forum internasional.

“Bahwa keluarga korban akan menggugat, pemerintah Indonesia akan mendampingi, misalnya. Tapi pemerintah Indonesia enggak bisa melakukan apa pun, hanya mendampingi,” jelasnya.

Hikmahanto kemudian menegaskan bahwa perkara seperti kematian Juliana Marins di Gunung Rinjani, tidak bisa digugat di forum internasional.

“Betul sekali (tidak bisa digugat.red). Kalau antarnegara menurut saya tidak mungkin ya. Tapi kan ya biasalah namanya juga gertak-gertak sambal kan boleh lah,” tegasnya.

Ia kembali mengambil contoh jika ada kecelakaan pesawat jatuh. Dalam perkara ini, menurut Hikmahanto, keluarga korban boleh mengajukan gugatan ke maskapai atau perusahaan pesawat.

Namun gugatan itu dilakukan ke pengadilan lokal, karena yang digugat itu adalah perusahaannya, bukan ke negaranya. Kemudian jika keluarga korban ingin mendapatkan kompensasi lebih, mereka harus membuktikan bahwa memang kesalahan dari manufaktur, misalnya

“Sama kok dalam perkara Juliana. Jika keluarga Juliana tidak puas, boleh. Tetapi harus pergi ke pengadilan Indonesia. Karena kalau mereka pergi ke pengadilan Brasil nanti ada putusan, putusan itu mau dilaksanakan atau dieksekusi juga tidak ada artinya. Karena pengadilan Indonesia kita terikat dengan ketentuan bahwa pengadilan Indonesia tidak akan mengeksekusi putusan dari pengadilan dari luar negeri begitu,” jabar Hikmahanto.

Hikmahanto kembali menjelaskan, dalam perkara kematian Juliana Marins di Gunung rinjani ini, solusi yang paling realistis adalah investigasi bersama seperti yang ditawarkan oleh Yusril Ihza Mahendra. (saf/ipg)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 9 Juli 2025
32o
Kurs