Minggu, 26 Oktober 2025

Pakar Hukum Sebut Soeharto Tidak Layak Dapat Gelar Pahlawan, Ingatkan Pelanggaran HAM hingga KKN

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Soeharto Presiden ke-2 RI.

Satria Unggul Wicaksana, Dekan Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menilai, Soeharto tidak layak mendapat gelar pahlawan karena rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan praktik korupsi yang terjadi selama pemerintahannya.

“Kalau dilihat dari sejarah, sangat tidak layak yang bersangkutan menjadi pahlawan,” katanya, pada Minggu (26/10/2025).

Dia nengingatkan, di masa pemerintahan Soeharto (Orde Baru), terjadi sejumlah peristiwa kelam seperti Tragedi Talangsari, Tragedi Petrus serta kekerasan negara terhadap masyarakat sipil.

Lebih lanjut, Satria mengatakan, sejarah mencatat jutaan korban jiwa akibat kebijakan represif pemerintahan Soeharto.

Selain itu, dia juga menilai Soeharto harusnya bertanggung jawab atas krisis politik dan ekonomi, termasuk kerusuhan Mei 1998 dan lepasnya Timor Timur dari Indonesia.

“Bahkan ada International People’s Tribunal (IPT) yang pernah menyidangkan kasus pelanggaran HAM era Soeharto. Ini tidak bisa diabaikan,” ujarnya.

Satria juga menyoroti gurita kekuasaan ‘Keluarga Cendana’ yang mendapatkan konsesi bisnis besar selama orde baru. Menurutnya, itu memperparah praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Meski terdapat pencapaian seperti kemandirian pangan, dia mengatakan hal tersebut dibangun di atas pondasi kebijakan yang sarat utang luar negeri dan penyimpangan kekuasaan.

“Masalah korupsi dan beban utang menjadi faktor utama runtuhnya ekonomi pada 1998. Ini juga menjadi bagian dari pertimbangan ketidaklayakan,” tuturnya.

Satria mengingatkan, pemberian gelar Pahlawan Nasional harus melalui pertimbangan etis dan historis yang ketat, bukan semata-mata karena jasa tertentu atau tekanan politik.

“Apalagi saat ini Prabowo Presiden adalah mantan menantu Soeharto. Ini berpotensi memunculkan konflik kepentingan dan preseden buruk jika tokoh yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM justru diberi gelar pahlawan,” ucapnya.

Pihaknya meminta Kementerian Sosial (Kemensos) dan Dewan Gelar di Istana untuk mempertimbangkan suara masyarakat sipil secara serius dalam proses ini.

Satria juga berharap negara tidak mengabaikan nilai-nilai reformasi dan penegakan HAM yang diperjuangkan sejak 1998.(ris/bil/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Surabaya
Minggu, 26 Oktober 2025
32o
Kurs