Tulus Abadi pegiat perlindungan konsumen menilai, keputusan Purbaya Yudhi Sadewa Menteri Keuangan (Menkeu) menunda penerapan cukai Minuman Manis Dalam Kemasan (MBDK) sebagai langkah yang keliru dan mengancam kesehatan publik.
Kebijakan yang sebelumnya direncanakan berlaku pada 2026 itu disebut sebagai blunder kedua Menkeu, setelah sebelumnya juga menunda kenaikan cukai rokok.
Menurut Tulus, penundaan itu bukan yang pertama. Cukai MBDK seharusnya sudah berlaku sejak 2023.
“Ini penundaan yang keempat kalinya. Dan sekali lagi, penundaan ini adalah blunder dari sisi kesehatan publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (10/12/2025).
Dia merinci sejumlah alasan mengapa penundaan tersebut dianggap berbahaya bagi masyarakat. Tulus menyebut penundaan pengenaan cukai MBDK akan makin mempermudah akses anak-anak dan remaja terhadap minuman manis.
“Lebih dari 25 persen anak di Indonesia mengonsumsi MBDK setiap hari. Harga yang murah dan akses yang sangat mudah membuat mereka rentan. Fenomena ini memicu kegemukan, obesitas, hingga ancaman diabetes pada anak,” tegasnya.
Selain pada anak, konsumsi MBDK pada orang dewasa juga meningkat tajam.
“Selama 10 tahun terakhir konsumsi MBDK di kalangan orang dewasa naik 14 kali lipat. Penundaan ini akan mengungkit tingginya prevalensi penyakit degeneratif seperti jantung koroner, kanker, stroke, hipertensi, dan terutama diabetes melitus,” jelasnya.
Tulus menduga ada tekanan kuat dari industri MBDK. Dia menilai penundaan itu menunjukkan keberpihakan Menkeu kepada industri ketimbang kesehatan publik.
“Menkeu Purbaya telah melakukan barter kesehatan anak-anak dan kesehatan publik secara umum dengan kepentingan ekonomi industri MBDK,” katanya.
Lebih lanjut, Tulus menegaskan, penerapan cukai tidak akan meruntuhkan industri. “Tidak ada alasan untuk mengatakan industri akan tumbang. Yang tumbang justru kesehatan publik,” tambahnya.
Secara regulasi, menurut Tulus, langkah Menkeu Purbaya juga melanggar mandat konstitusi.
“Penundaan ini pelanggaran gamblang terhadap UU Kesehatan dan PP Kesehatan. Bahkan melanggar UU APBN 2025 yang secara tegas memandatkan adanya pemasukan cukai MBDK sebesar Rp7 triliun,” imbuhnya.
Kemudian, Tulus menilai kebijakan tersebut berpotensi mengganggu upaya Pemerintah mewujudkan bonus demografi. “Penundaan ini ancaman serius terhadap cita-cita membangun generasi emas,” sebutnya.
Atas dasar itu, Tulus mendesak Prabowo Subianto Presiden untuk turun tangan. “Sangat mendesak bagi Presiden Prabowo untuk membatalkan kebijakan Menkeu Purbaya yang menunda cukai MBDK, dan juga cukai rokok,” tegasnya.
Tulis juga mengingatkan, saat ini Pemerintah membutuhkan biaya besar untuk pemulihan bencana ekologis yang melanda Sumatra dan berbagai wilayah lainnya.
“Cukai MBDK dan rokok merupakan instrumen fiskal sekaligus instrumen kesehatan publik. Menundanya adalah kemunduran,” pungkasnya.(faz/rid)
NOW ON AIR SSFM 100
