Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan memberi denda sebesar Rp50 juta bagi pihak yang menutup akses jalan tingkat nasional, provinsi, maupun kota dengan tenda hajatan tanpa izin.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyebut, denda menutup jalan tanpa izin itu merujuk pada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Kalau tidak ada izin, maka akan ada sanksi. Sanksinya itu besar sampai dengan Rp50 juta, dan itu nanti yang kita sosialisasikan. Maka kita harus tegas seperti ini, kalau tidak, orang bingung,” kata Eri dalam keterangan resminya, Senin (27/10/2025).
Pengajuan izin mendirikan tenda di jalan, lanjutnya, tak bisa dilakukan langsung ke kepolisian. Nantinya harus berjenjang disertai keterangan dari RT/RW dan kelurahan terlebih dahulu.
“Soal tenda hajatan sudah kita sampaikan, maka dia harus memiliki izin. Dan izin hari ini sudah disepakati tidak boleh izin secara langsung (kepolisian),” katanya lagi.
Wali Kota Surabaya itu menegaskan, tanpa pengantar dari tiga unsur itu, Kepolisian Sektor (Polsek) setempat tidak akan menerbitkan izin untuk pemohon.
“Polsek tidak akan pernah mengeluarkan izin lagi sebelum ada pengantar yang disepakati oleh RT, RW, dan Lurah,” tegasnya.
Dia menambahkan, kebijakan ini merujuk ke sejumlah regulasi, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Lalu, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.
Terakhir Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
Selain itu, Eri mengingatkan ke warga yang menutup jalan untuk hajatan, wajib mengumumkan rencana penutupan itu setidaknya tujuh hari sebelum pelaksanaan.
Tujuannya agar masyarakat sekitar mengetahui dan menyesuaikan. “Kalau dia menutup jalan, maka tujuh hari sebelumnya untuk menyampaikan pengumuman agar orang tahu bahwa (jalan) itu akan ditutup,” jelasnya.
Penutupan jalan juga tidak boleh dilakukan secara penuh. Nantinya harus ada sisa beberapa meter, agar tetap bisa dilalui. “Gak kabeh ditutup, 3/4 ngono, ya enggak (tidak semua ditutup, 3/4 begitu, ya tidak),” katanya.
Dalam penerbitan izin, sejumlah instansi juga akan dilibatkan, seperti Satpol PP dan Dinas Perhubungan (Dishub). Mereka nantinya akan melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) akibat penutupan tersebut.
“Jadi ada Satpol PP yang menghitung, Dishub (hitung) macetnya gimana, karena dia harus tujuh hari sebelumnya (mengumumkan), dan harus ada jalan pengganti (alternatif) ketika jalan ini ditutup,” ujarnya.
Kebijakan ini telah disosialisasikan kepada masyarakat melalui Bagian Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat (Bapemkesra) Surabaya serta para RT/RW.
“Sudah mulai disosialisasikan. Jadi kita melalui Bapemkesra sudah turun ke lapangan, kita edukasi terus, RT/RW juga disampaikan terus. Jadi, gak isok gawe tenda sak enak e dewe (tidak bisa bikin tenda seenaknya sendiri),” tegasnya.
Aturan itu berlaku untuk semua jenis jalan, baik tingkat nasional, provinsi maupun kota. Namun untuk jalan di dalam kampung, izin cukup diajukan melalui RT/RW.
“Kalau jalan-jalan utama, izin Polsek, karena di Perkapolri itu jalan-jalan yang termasuk jalan nasional, jalan provinsi, jalan kota. Kalau di jalan kampung (izin) RT/RW,” tandasnya. (lta/bil/iss)
NOW ON AIR SSFM 100
