
Purbaya Yudhi Sadewa Menteri Keuangan (Menkeu) menyebut, ada 15 Pemerintah Daerah (Pemda) yang memiliki simpanan tinggi di Bank hingga akhir September 2025. Purbaya melalui data Bank Indonesia per 15 Oktober mengungkapkan, Jatim berada di urutan kedua dengan total dana Rp6,84 triliun di bawah DKI Jakarta dengan jumlah Rp14,68 triliun.
Purbaya membeberkan hal tersebut, karena mengaku khawatir atas masih rendahnya penyerapan belanja daerah meskipun dana dari pusat sudah dikucurkan.
Menanggapi hal itu, Adhy Karyono Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim menjelaskan bahwa dana kas daerah Provinsi Jatim sampai 22 Oktober 2025 sebesar Rp6,2 triliun terdiri dari deposito Rp3,6 truliun dan giro Rp2,627 triliun.
Ia mengatakan, dana itu terlihat besar karena berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) 2024 sebesar Rp4,6 triliun yang baru bisa dialokasikan setelah audit BPK dan Perda Pertanggungjawaban APBD 2024 disetujui dengan mekanisme melalui Perubahan APBD 2025, yaitu di triwulan IV bulan Oktober sampai Desember yang dibahas di DPRD dan harus melalui evaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri).
“Sedangkan sisanya berupa kas sebesar Rp1,6 triliun merupakan dana cashflow untuk operasional penyelenggaraan pemerintahan,” katanya saat dihubungi suarasurabaya.net pada Rabu (22/10/2025).
Setelah perubahan APBD ditetapkan, kata dia, maka dana tersebut segera dicairkan digunakan untuk beberapa hal.
Pertama, untuk pekerjaan kontraktual berupa belanja barang dan jasa, belanja modal dan fisik, pencairan menunggu pekerjaan selesai di Triwulan IV.
Kedua, untuk belanja pegawai dan belanja rutin yang harus teralokasikan 12 bulan dan realisasinya per-bulan.
Ketiga, belanja Bantuan Tak Terduga (BTT) yang sifatnya on call jika ada kebutuhan darurat bencana.
Adhy mengatakan, untuk provinsi Jatim dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencapai Rp3,200 triliun, maka uang persediaan sebesar Rp1,6 triliun di giro untuk menjaga cashflow APBD 2025 sebesar Rp30 triliun menurutnya sangat rasional dan kecil.
Hal itu, karena untuk memenuhi belanja pegawai 3 bulan saja memerlukan anggaran Rp1,8 triliun, belum untuk membayar tagihan belanja program-progeam prioritas seperti Bansos Program Keluarga Harapan (PKH) Plus, Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) triwulan IV, Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JKN) dan lain-lain.
“Di samping tentunya cashflow ini akan ditunjang dengan pemasukan dari pendapatan asli daerah berupa pajak dan retribusi yang terus berjalan setiap hari,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya juga menjelaskan upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk mempercepat realiasai anggaran di akhir tahun.
Ia menjabarkan, berdasarkan data dari laporan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri atas rekapitulasi realiasasi belanja 38 Provinsi per tanggal 17 Oktober 2025, realisasi belanja APBD provinsi Jatim sebesar 65,11 persen, dan merupakan peringkat tertinggi kedua.
“Artinya secara kinerja, anggaran provinsi Jatim sudah sangat cepat,” terangnya.
Sebagai antisipasi percepatan penyerapan di akhir tahun, ia mengatakan bahwa masing-masing pelaksana program sudah melakukan proses persiapan adminitrasi yang dibutuhkan, sehingga ketika anggran siap, bisa langsung digunakan.
Ia mengatakan, ke depan kiranya juga perlu perubahan terkait sistem perencanaan dan penganggaran APBD yang lebih cepat, menyesuaikan dengan kebutuhan percepatan belanja pemerintah daerah.
“Khusus dana transfer dari pusat kiranya dapat diperoleh data yang akurat di awal proses penyusunan postur anggaran APBD di tahun sebelumnya,” tandasnya.
Seperti diketahui, pernyataan Purbaya Menkeu diungkapkan berdasarkan data Bank Indonesia pada 15 Oktober 2025, dengan daftar 15 pemerintah daerah dengan simpanan tertinggi di bank hingga akhir September 2025:
1. Provinsi DKI Jakarta – Rp14,68 triliun
2. Provinsi Jawa Timur – Rp6,84 triliun
3. Kota Banjarbaru – Rp5,17 triliun
4. Provinsi Kalimantan Utara – Rp4,71 triliun
5. Provinsi Jawa Barat – Rp4,17 triliun
6. Kabupaten Bojonegoro – Rp3,61 triliun
7. Kabupaten Kutai Barat – Rp3,21 triliun
8. Provinsi Sumatera Utara – Rp3,11 triliun
9. Kabupaten Kepulauan Talaud – Rp2,62 triliun
10. Kabupaten Mimika – Rp2,49 triliun
11. Kabupaten Badung – Rp2,27 triliun
12. Kabupaten Tanah Bumbu – Rp2,11 triliun
13. Provinsi Bangka Belitung – Rp2,10 triliun
14. Provinsi Jawa Tengah – Rp1,99 triliun
15. Kabupaten Balangan – Rp1,86 triliun.(ris/kir/faz)