
Suasana duka menyelimuti gang kecil di kawasan Kutisari Selatan, Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Jawa Timur. Belasan orang bertakziah ke rumah Mohammad Siyam (40 tahun) untuk menyampaikan belasungkawa atas kepergian Farhan (17 tahun) korban ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny Sidoarjo, Rabu (8/10/2025).
Farhan berhasil dievakuasi Tim SAR menjelang hari-hari terakhir operasi pencarian ditutup. Identitas santri 17 tahun itu baru terungkap oleh Tim DVI Polda Jatim pada Selasa (7/10/2025) kemarin melalui sampel DNA.
Mohammad Siyam menunjukkan raut wajah tegar saat ditemui suarasurabaya.net di kediamannya. Pria 40 tahun itu pelan-pelan mulai menuturkan cerita menanti keberadaan sang putra yang sudah mondok selama lima tahun di sana.
“Awal tau kabar ini dari grup (WhatsApp) Wali Santri Madrasah Madura,” tuturnya lirih.
Begitu mendengar ada insiden di tempat pesantren anaknya, Siyam bergegas menuju ke Sidoarjo untuk mencari keberadaan Farhan.
Pada Senin (29/9/2025) malam itu, Siyam tidak menemukan putranya. Kabar yang dia dengar dari kawan-kawan Farhan menyebut anaknya berada di dalam reruntuhan. Hati Siyam campur aduk mendengar itu.
“Senin malam, Maghrib saya ke sana cari Farhan,” ungkapnya.
Sepanjang malam Senin itu, Siyam menunggu di area reruntuhan menanti Tim SAR melakukan evakuasi. Malam itu, petugas berhasil menyelamatkan empat orang. Namun, tidak ada nama Farhan dalam daftar penemuan korban.
Siyam bersama keluarga akhirnya pindah ke Posko Gabungan untuk menunggu kabar pencarian berikutnya. Berhari-hari menanti, tidak kunjung ada nama putranya di papan pengumuman.
Sang ayah terus menanti, tanpa lelah sambil terus mengucap doa. Di tengah keriuhan pencarian, Siyam terus berharap putranya segera ditemukan.
Kadang saat malam hari, di bawah sinar rembulan Siyam bersama istrinya mendekat ke area reruntuhan sembari memanggil-manggil nama Farhan dari kejauhan.
“Sempat iya, ke runtuhan Ibunya manggil-manggil Farhan,” katanya.
Pada hari Sabtu (4/10/2025), Siyam menceritakan sempat mencari keberadaan putranya ke RS Bhayangkara Surabaya. Tapi, hasilnya nihil, dan dia harus lebih bersabar.
“Malam Sabtu pindah ke Bayangkara. Sampai ketemu Selasa,” jelasnya.
Sementara itu, Khoiru Umma (29 tahun) sepupu Farhan menyebut pihak keluarga baru mengetahui keberadaan saudaranya itu pada Selasa kemarin. Dia menceritakan terakhir kali bertemu Farhan pada momen Maulid Nabi kemarin.
“Terakhir pulang Maulid Nabi ini. Kemarin Maulid Nabi. Cuman 10 hari. Sebelum kejadian,” katanya.
Di kalangan keluarga, Farhan dikenal sebagai sosok pendiam dan sering salat berjamaah saat pulang ke rumah.
“Memang pendiam anaknya, kalau di rumah saya sering taunya ya ke musala, salat jemaah bareng gitu. Maksudnya masih mengamalkan apa yang diajarkan sama dia,” ujarnya.
Umma dan keluarganya mengaku lega begitu, Farhan ditemukan oleh Tim SAR. Dia tidak menuntut apa pun. Hanya keberadaan Farhan yang terpenting bagi keluarga.
“Enggak ada, yang pasti kami sudah lega menemukan keluarga kami. Itu sih fokusnya kami itu aja, iya (menerima),” katanya.
Kini santri 17 tahun itu telah diantar ke peristirahatan terakhirnya di kampung halaman orangtuanya di Bangkalan, Madura.
“Dimakamkan di kediaman ayahnya di Bangkalan. Kebetulan kalau Ibunya di Sampang. Jadi, kami yang terdekat di Bangkalan,” pungkasnya.(wld/rid)