Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut komet raksasa dengan kode 3I/ATLAS yang tengah melintas di antara orbit Mars dan Bumi, tidak berbahaya bagi planet maupun kehidupan di Bumi.
Thomas Djamaluddin, Peneliti Bidang Astrofisika BRIN menjelaskan bahwa kode “3I” pada nama komet tersebut berarti “Interstellar”, atau menandakan bahwa objek ini berasal dari luar Tata Surya.
“Jadi kode ketiga I itu artinya komet ketiga dari interstellar atau dari ruang antar bintang. Artinya ini komet dari luar Tata Surya, tidak seperti biasanya yang kita lihat komet itu dari Tata Surya kita yang mengelilingi Matahari tetapi ini komet yang melintas dari ruang antar bintang,” jelasnya kepada Radio Suara Surabaya, Kamis (30/10/2025).
Karenanya, meski disebut mendekati bumi, Thomas mengatakan kalau komet tersebut “hanya sekedar melintas saja”. Dia menegaskan bahwa komet 3I/ATLAS tidak berpotensi menabrak Bumi.
“Kebetulan melintas di antara orbit planet Mars dan planet Bumi. Jadi sama sekali tidak berbahaya bagi Bumi dan juga tidak berbahaya bagi planet-planet yang lain,” katanya.
Meski disebut mendekati Bumi, tapi menurutnya posisi terdekat komet itu justru bukan dengan Bumi, melainkan dengan Matahari, tepatnya pada 29 Oktober 2025 kemarin.
“Tetapi walaupun paling dekat dengan Matahari, justru ini tidak bisa diamati dari bumi. Jadi terakhir bisa diamati itu sampai September, kemudian selama Oktober sampai November ini berada di balik matahari,” terangnya.
Sebagai informasi, ATLAS sendiri adalah nama program pemantauan asteroid yang berpotensi mengancam Bumi. Dari pemantauan itulah objek 3I/ATLAS pertama kali terdeteksi pada Juli lalu.
Adapun komet ini sebelumnya juga menarik perhatian para astronom karena ukurannya yang luar biasa besar. Ukuran semula pada pengamatan sekitar bulan Agustus sampai September lalu, diperkirakan diameternya 25.000 kilometer, kira-kira dua kali diameter bumi.
Namun saat diamati oleh teleskop antariksa James Webb, ternyata diameternya jauh lebih besar, yakni 700.000 kilometer. Thomas menggambarkan, ukuran kepala komet atau koma itu kira-kira setengah diameter Matahari, menjadikannya salah satu komet terbesar yang pernah terdeteksi manusia.
Selain ukurannya yang masif, komposisi komet 3I/ATLAS juga berbeda dengan komet biasa dari Tata Surya.
“Kalau komet di Tata Surya itu komposisi utamanya es air. Tapi komet interstellar ini komposisi airnya sedikit sekali, yang lebih banyak itu adalah karbon dioksida,” kata Thomas.
Kecepatan gerak komet ini pun luar biasa cepat, yakni sekitar 120 ribu kilometer per jam. Tidak bisa dibandingkan dengan roket, apalagi pesawat.
Thomas menambahkan, fenomena komet antar bintang bukan pertama kali terjadi. “Disebut kodenya 3I artinya sebelumnya ada 1I dan 2I, tapi ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang 3I ini,” katanya.
Sementara untuk masyarakat, ia mengimbau agar fenomena ini disikapi dengan rasa ingin tahu, bukan kekhawatiran. Apalagi sebelumnya beredar informasi, komet ini berpotensi menabrak bumi.
“Setidaknya ini menjadi pengetahuan bagi masyarakat bahwa tata surya kita bukan hanya planet dan asteroid yang mengelilingi matahari, tapi kadang-kadang juga ada objek dari luar tata surya yang melintas memasuki tata surya,” pungkas Thomas. (bil/ham)
NOW ON AIR SSFM 100
