Sabtu, 27 Desember 2025

Pengamat Ingatkan Pemerintah Hati-Hati dengan Normalisasi Pengibaran Bendera GAM

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kolonel Inf Ali Imran (kanan) Danrem Lilawangsa bersama prajurit TNI AD saat membubarkan aksi massa pembawa bendera GAM, di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (25/12/2025). Foto: Antara

Ali Rif’an pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia mengemukakan pemerintah perlu berhati-hati soal adanya normalisasi praktik pengibaran bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di ruang publik, karena memiliki makna ideologis dan politis yang sangat kuat.

Ali menegaskan bendera GAM secara historis melekat pada gerakan separatis bersenjata yang pernah mengancam kedaulatan negara. Selain itu, simbol tersebut bukan simbol budaya atau ekspresi netral, tetapi simbol politik separatis

“Karena itu, kemunculannya di ruang publik tidak boleh dinormalisasi,” kata Ali dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/12/2025) seperti dikutip Antara.

Menurut Ali, pengibaran simbol tersebut menunjukkan adanya indikasi separatisme laten yang masih tersisa. Karenanya, negara tidak boleh memberikan ruang pembenaran terhadap simbol yang bertentangan dengan kedaulatan nasional itu.

“Jika dibiarkan, ini bisa memicu efek domino, eskalasi simbolik, dan membuka ruang kebangkitan narasi konflik lama,” katanya.

Dia juga menjelaskan bahwa separatisme modern tidak lagi bergerak dengan pola lama semata, melainkan mengombinasikan aksi fisik di lapangan dengan provokasi di ruang digital.

Media sosial digunakan untuk membangun narasi emosional, memelintir persepsi publik, dan menghasut sentimen ketidakadilan. “Hari ini, media sosial juga bisa menjadi medan tempur kelompok separatisme,” katanya.

Ali juga mengkritik keras upaya eksploitasi situasi bencana di Aceh. Munculnya provokasi di tengah duka masyarakat menunjukkan pola manipulasi emosi publik.

“Kondisi psikologis masyarakat dimanfaatkan untuk membangun rasa ketidakadilan, yang kemudian terus diglorifikasi, ini bisa berisiko memicu konflik horisontal dan mendelegitimasi negara,” katanya.

Dia pun menilai ancaman separatis hari ini tidak hanya muncul secara fisik, tapi lebih banyak hadir melalui simbol dan narasi dibandingkan senjata. Negara harus membaca ancaman ini secara adaptif dan kontekstual.

“Separatisme tidak selalu bersenjata, tapi dampaknya bisa sama berbahayanya jika dibiarkan,” katanya.

Dia menegaskan bahwa perdamaian Aceh adalah hasil proses panjang, mahal, dan penuh pengorbanan. Setiap simbol, narasi, dan provokasi yang mengarah pada separatisme dinilainya mencederai komitmen damai tersebut.

“Menjaga perdamaian berarti menutup semua ruang bagi kebangkitan simbol dan konflik masa lalu,” katanya. (ant/bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Sabtu, 27 Desember 2025
26o
Kurs