
Boni Hargens Pengamat politik dan isu intelijen menilai keputusan Prabowo Subianto Presiden menunjuk Satuan Penyelenggara Pangan Gizi (SPPG) Polri sebagai model nasional pengelolaan pangan bergizi menandai babak baru dalam transformasi institusional kepolisian Indonesia.
Hal itu, kata dia, karena Presiden menempatkan Polri dalam peran strategis sebagai agen pembangunan sosial, yang memantulkan arah reformasi fundamental dengan meredefinisi posisi Polri dalam ekosistem pembangunan nasional.
“Transformasi ini mengubah narasi tentang peran institusi keamanan dalam demokrasi modern Indonesia,” ungkap Boni, melansir dari Antara pada Kamis (16/10/2025).
Dengan demikian, dirinya menuturkan Polri tidak lagi dipandang semata sebagai aparatur penegak hukum, tetapi mitra strategis dalam akselerasi pembangunan manusia.
Dikatakan bahwa pendekatan tersebut mencerminkan pemahaman mendalam bahwa ketahanan nasional tidak hanya dibangun melalui kekuatan koersif, tetapi juga melalui investasi pada kesejahteraan dan kapasitas masyarakat.
Menurut dia, reposisi kelembagaan itu sejalan dengan tren global di mana institusi keamanan semakin terlibat dalam program pembangunan sosial.
Namun, konteks Indonesia memberikan dimensi unik, yakni dengan tantangan geografis berupa 17 ribu pulau dan keragaman sosial-ekonomi yang luas, sehingga jangkauan institusional Polri menjadi aset strategis untuk memastikan pemerataan akses terhadap pangan bergizi.
“SPPG Polri merepresentasikan inovasi kelembagaan yang merespons kompleksitas tantangan gizi dan pangan di Indonesia,” tuturnya.
Maka dari itu, sambung dia, program SPPG Polri dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan, tetapi guna memastikan kualitas nutrisi yang memadai bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan lansia.
Ia berpendapat keunggulan model SPPG terletak pada kombinasi antara kapasitas organisasional Polri yang tersebar hingga tingkat desa dengan pemahaman konteks lokal yang mendalam.
Disebutkan bahwa struktur komando yang jelas memungkinkan implementasi program yang cepat dan terkoordinasi, sementara kedekatan dengan masyarakat memfasilitasi adaptasi program sesuai kebutuhan spesifik setiap wilayah.
Di sisi lain, Boni menilai kebijakan penunjukan SPPG Polri tidak dapat dilepaskan dari konteks lebih luas Astacita, yaitu delapan pilar kebijakan nasional yang menjadi peta jalan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menuju visi Indonesia Emas 2045.
“Astacita berfungsi sebagai dokumen strategis yang mengintegrasikan berbagai agenda pembangunan sektoral dalam satu narasi koheren tentang masa depan Indonesia,” tutur Boni menambahkan.
Dia menjelaskan setiap pilar Astacita saling terkait dan memperkuat, di mana kedaulatan pangan tidak mungkin tercapai tanpa reformasi birokrasi yang efektif.
Selain itu, lanjut dia, keadilan sosial memerlukan pemerataan pembangunan infrastruktur serta pertahanan yang kuat bergantung pada kesejahteraan rakyat yang terjamin.
“Ini lah logika integratif yang mendasari penunjukan SPPG Polri, sebuah intervensi yang menyentuh setidaknya empat pilar sekaligus, yaitu kedaulatan pangan, keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan reformasi birokrasi melalui inovasi kelembagaan,” ucap dia.(ant/fan/kir/ipg)