Senin, 23 Juni 2025

Pentagon: Serangan ke Iran Bukan untuk Gulingkan Rezim, tapi Lumpuhkan Program Nuklir

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Pete Hegseth Menteri Pertahanan Amerika Serikat (kiri) didampingi Jenderal Dan Caine Ketua Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Angkatan Udara (kanan) memberikan keterangan pers di Pentagon, Minggu (22/6/2025). Foto: Anadolu

Pete Hegseth Menteri Pertahanan Amerika Serikat (Menhan AS) menegaskan bahwa serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir Iran bukan bertujuan untuk menggulingkan rezim, melainkan untuk menetralkan ancaman nuklir terhadap kepentingan nasional AS dan sekutunya, terutama Israel.

“Misi ini bukan dan tidak pernah tentang perubahan rezim,” ujar Hegseth dalam konferensi pers di Washington, Minggu (22/6/2025) waktu setempat, didampingi Jenderal Dan Caine Ketua Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Angkatan Udara.

Melansir kantor berita Anadolu, Senin (23/6/2025), pernyataan itu disampaikan tak lama setelah Donald Trump Presiden AS mengumumkan bahwa militernya telah melancarkan serangan presisi ke tiga situs nuklir utama Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan.

Hegseth juga menyebut kalau operasi militer ini merupakan hasil dari berbulan-bulan persiapan strategis.

“Operasi ini disetujui Presiden Trump sebagai bagian dari pertahanan kolektif terhadap ancaman program nuklir Iran dan pembelaan terhadap pasukan serta sekutu kami,” jelasnya.

Dia menjelaskan meski dampak seragan itu sangat menghancurkan, tapi sasarannya tidak ditujukan kepada pasukan Iran maupun warga sipil.

“Ambisi nuklir Iran telah dilumpuhkan. Operasi yang dirancang Trump Presiden ini sangat berani dan cemerlang, dan menunjukkan bahwa deterrent Amerika telah kembali. Dunia harus mendengarkan ketika presiden ini berbicara,” tegas Hegseth.

Sementara itu, Jenderal Dan Caine menjelaskan bahwa serangan yang diberi nama Operation Midnight Hammer itu merupakan operasi B-2 terbesar dalam sejarah militer AS.

Lebih dari 125 pesawat tempur terlibat, termasuk tujuh B-2 stealth bomber yang terbang selama 18 jam tanpa henti dari pangkalan AS ke wilayah sasaran.

Sebanyak 14 bom penghancur bunker (Massive Ordnance Penetrator/MOP) dijatuhkan ke dua dari tiga situs nuklir, menghasilkan kerusakan luar biasa berat.

“Ini adalah serangan presisi dengan total 75 senjata berpemandu, dirancang untuk meminimalkan risiko terhadap personel AS,” ujar Caine.

Ia menambahkan bahwa semua pasukan AS di kawasan dalam kondisi siaga tinggi dan siap menghadapi kemungkinan balasan Iran.

Meskipun militer menyatakan operasi ini sukses besar, sejumlah anggota parlemen AS mengecam keputusan Trump yang tidak meminta persetujuan Kongres sebelum meluncurkan serangan ke Iran. Hal ini kembali memicu perdebatan tentang kewenangan presiden dalam memulai aksi militer sepihak.

Ketika ditanya soal kapan pimpinan Kongres diberi tahu, Hegseth mengungkapkan bahwa mereka baru diinformasikan setelah semua pesawat AS keluar dari wilayah udara Iran. (bil/iss)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Senin, 23 Juni 2025
31o
Kurs