Senin, 16 Juni 2025

Polling SS: Masyarakat Banyak Tidak Setuju Sound Horeg Diusulkan Dapat HAKI

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi - sound horeg. Foto: Istimewa

Fenomena sound horeg yang populer di kalangan masyarakat Jawa diusulkan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Timur.

Hal itu disampaikan Haris Sukamto Kepala Kanwil Kemenkum Jatim. Ia menyebut, fenomena sound horeg merupakan komponen musik hasil olah pikir karya anak bangsa.

Sound horeg merupakan fenomena yang populer di kalangan masyarakat Jatim. Kata horeg sendiri dalam artian Jawa bermakan “getaran”.

Perlatan sound horeg biasanya terdiri atas sistem audio besar yang dipasang di atas truk atau mobil. Kemudian diputar dengan suara musik EDM hingga menimbulkan getaran hebat.

Bahkan di Kawasan Malang Selatan, Jawa Timur, sound horeg menjadi ajang perlombaan dengan nilai ekonomis hingga ratusan juta untuk merangkai komponen audionya.

Menurut Haris fenomena sound horeg yang populer di sejumlah wilayah Jatim ini layak mendapatkan apresiasi. Sebab mereka termasuk menciptakan produk dan desain. Namun apresiasi tersebut tidak bisa dimiliki oleh perorangan, melainkan satu kelompok.

“Maka produk mereka, desain mereka itu harus kita hargai. Maka kami pada saatnya akan memberikan penghargaan kepada mereka yang sudah mengeluarkan ide gagasan dalam bentuk produknya ini. Tapi itu memang tidak bisa dimiliki oleh satu orang saja,” kata Haris di kantornya, Senin (21/4/2025).

Dalam pemberian HAKI, sound horeg bisa masuk ke dalam kategori bidang hak cipta, hak desain industri. Menurut Haris, hal itu karena terdapat komponen-komponen dalam proses penciptaanya.

“Itu masuk di wilayah kekayaan intelektual hak cipta bisa, desain industrinya dapat. Kan itu ada komponen, ada kesistemannya di sana,” ujarnya.

Usulan pemberian HAKI terhadap sound horeg kemudian memicu berbagai pendapat dari masyarakat. Dalam program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (24/4/2025) pagi, sebagian besar netter dan pendengar Radio Suara Surabaya tidak setuju pemberian HAKI untuk sound horeg.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 63 persen peserta polling menyatakan tidak setuju bahwa sound horeg mendapat HAKI. Sedangkan 37 persen lainnya menyatakan setuju. Sedangkan untuk polling di sosial media instagram @suarasurabayamedia sebanyak 82 persen masyarakat tidak setuju dan 12 persen setuju.

Menanggapi hal itu, Heri Lentho Seniman Surabaya menceritakan asal usul sound horeg bermula saat pertemuan sebuah komunitas sound di Malang Raya. Ia menyebut komunitas itu mulanya hanya berniat untuk saling belajar engineering audio dengan berkumpul di sebuah lapangan.

“Itu karya-karya anak bangsa yang memang sebuah ekspresi berakar pada budaya. Nah, saya mau mengungkap sejarahnya, menurutku, itu adalah komunitas, sebetulnya niatnya baik dulu. Itu adalah komunitas sound Malang Raya, yang setiap kali melakukan pertemuan di sebuah lapangan untuk masing-masing belajar bagaimana sih edukasi engineering yang bagus,” kata Heri saat mengudara di Radio Suara Surabaya.

Seiring berkembangnya waktu, sound horeg mulai mengalami berbagai penyimpangan. Seperti membunyikan sound tidak pada tempatnya hingga menganggu ketenangan warga sekitar hingga berdampak pada kesehatan telinga karena frekuensi yang dipakai sangat tinggi.

Heri juga menyebut sound horeg sebetulnya tidak menciptakan produk dan desain. Namun sebuah permainan volume dan frekuensi suara audio saat gelaran pawai atau festival.

“Yang dimaksud produk, desain itu kemarin kita deskripsikan di asosiasi pertunjukan itu, sebetulnya enggak menciptakan. Desain itu sudah ada, cuma permainan volume aja,” kata

Sebagai seorang desainer pawai, Heru menyebut desain dan produk merupakan proses kreatif dalam rangkaian pawai yang kemudian diaplikasikan ke berbagai unsur pawai, seperti alat musik dan koreografer. Ia mencontohkan sebuah pawai yang melewati proses desain kreatif adalah Ul Daul Madura dan Reog Ponorogo.

“Saya kan termasuk orang yang mendesain sebuah kesenian pawai. Justru tumpuannya kreatif itu pada kayak kesenian yang ada di Ul Daul Madura sama Reog Ponorogo. Yang terkeras tapi dari alat musik. Kalau yang sistem itu ya sama-sama dengan sistem yang ada gitu.

Dengan beragam respon dari masyrakat, Menurut Heri masih perlu ada kajian lebih lanjut soal pemberian HAKI terhadap sound horeg. Sebab menurutnya, masih ada berbagai kesenian lainnya yang perlu mendapat hak kekayaan intelektual dan banyaknya penyimpangan dalam fenomena sound horeg.

“Iya masih perlu ada kajian lagi menurut saya. Karena banyak penyimpangannya di masyarakat. Tapi kalau pak Kanwil (Kemenkum Jatim mau memberikan HAKI-kan ada Ul Daul dan Reog. Justru di sini (sound horeg) banyak penolakan dan dampak sound horeg berdampak matinya toleransi,” ungkapnya.(wld/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Senin, 16 Juni 2025
27o
Kurs