Rabu, 26 November 2025

Polri Rumuskan Ulang Standar Pengamanan Unjuk Rasa yang Lebih Humanis

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Demo buruh di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Foto: Dok suarasurabaya.net.

Polri sedang merumuskan ulang model serta standar pelayanan unjuk rasa agar menjadi lebih humanis, profesional, dan sesuai amanat Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Komjen Pol. Dedi Prasetyo Wakapolri, Rabu (26/11/2025), mengatakan, perumusan ulang itu dilaksanakan secara bertahap, berbasis kajian multidisipliner, masukan publik, serta studi komparatif ke luar negeri.

Selain itu, pendekatan yang disusun berlandaskan visi hukum dan prinsip penghormatan terhadap hak warga negara.

“Penyampaian pendapat di muka publik adalah hak konstitusional. Oleh karena itu, pelayanan terhadap pengunjuk rasa harus kami rumuskan ulang agar lebih adaptif, humanis, dan tetap menjaga keamanan. Semua harus berbasis kajian, riset, dan masukan masyarakat,” katanya, seperti dilaporkan Antara.

Dedi mengungkapkan, pada Januari 2026 mendatang, Tim Polri akan ke Inggris untuk mempelajari Code of Conduct terkait pengendalian massa. Model tersebut terdiri dari lima tahap, mulai dari analisis awal hingga konsolidasi, dan dilengkapi dengan aturan do and don’t bagi setiap jenjang petugas.

“Studi komparatif di Inggris sangat penting untuk melihat bagaimana best practice diterapkan. Kami ingin memastikan setiap tindakan di lapangan sesuai standar internasional dan tetap menghormati hak masyarakat,” ucapnya.

Lebih lanjut, Dedi menegaskan Polri tidak ingin tergesa-gesa dalam menetapkan regulasi baru yang akan diterapkan secara nasional.

“Semua masukan dari masyarakat sipil, akademisi, serta hasil studi komparatif akan kami rangkum terlebih dahulu. Ini komitmen kami untuk menghasilkan regulasi yang benar-benar tepat,” ucapnya.

Di sisi lain, Dedi juga menyebut perubahan pada internal Polri terkait pengamanan unjuk rasa juga terus berlangsung.

Kalau sebelumnya sistem pengendalian unjuk rasa mengenal 38 tahap, kini disederhanakan menjadi lima fase yang lebih terukur, diterapkan bersama enam tahapan penggunaan kekuatan sesuai Perkap Nomor 1 Tahun 2009 dan standar HAM sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009.

Dia menekankan pentingnya mekanisme evaluasi berjenjang pada setiap tindakan kepolisian.

“Setiap komandan wajib melaporkan progres, analisis tindakan, dampaknya, hingga evaluasi akhir. Ini menjadi pegangan agar kita bisa memperbaiki diri. Organisasi tidak akan berubah jika manusianya tidak berubah,” katanya.

Semua langkah itu, sambung Dedi, untuk menjamin pelayanan publik, khususnya pengamanan unjuk rasa, benar-benar responsif, adaptif, dan berdampak langsung bagi masyarakat.(ant/ham/rid)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Rabu, 26 November 2025
27o
Kurs