
Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah mendesak Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur (Jatim) dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang sekarang sudah dipisah untuk minta maaf atas kelalaian dalam mengurus Sungai Brantas.
Alaika Rahmatulla Koordinator Kampanye Ecoton menyatakan, kondisi Sungai Brantas butuh penanganan serius. Menurutnya, upaya pengendalian dan pemulihan yang dilakukan Pemprov sejauh ini cenderung seremonial tanpa penyelesaian substantif dan tidak berkelanjutan.
“Sudah sepatutnya Gubernur Jatim dan Menteri PUPR meminta maaf kepada masyarakat yang tinggal di DAS brantas karena selama ini gagal memulihkan kualitas air kali brantas,” katanya, pada Minggu (12/10/2025).
Sejauh ini, kata dia, monitoring yang dilakukan pemerintah tidak menimbulkan ketaatan pelaku usaha, dan justru menimbulkan pelaku usaha mencari waktu saat dini hari untuk membuang limbah saat tidak ada pengawasan.
Dia menegaskan, sampai saat ini juga tidak ada penegakan hukum serius terkait pembuangan limbah cair yang merusak ekosistem sungai.
Kementerian PUPR sebagai institusi berwenang atas bantaran sungai, menurutnya juga melakukan pembiaran tumbuhnya bangunan liar, bahkan bangunan industri di atas bantaran sungai yang menyumbangkan limbah cair detergen, nitrit, nitrat, ecoli dan sampah plastik.
Selama sepuluh tahun terakhir, pihaknya menilai pengelolan Sungai Brantas masih buruk. Dalam survei yang dilakukan Ecoton pada 535 warga di Jatim, sebanyak 62,1 persen menyatakan pengelolaan sungai brantas di bawah kepemimpinan Khofifah masuk kategori Buruk.
Kemudian, 88 persen responden meyakini sungai brantas saat ini masih tercemar sampah plastik dan limbah cair yang dibuang warga, serta dari limbah industri.
“Sumber pencemaran dari rumah tangga juga dipicu oleh pembiaran pembangunan rumah-rumah permanen di bantaran sungai. 67,7 persen warga Jatim menyatakan bantaran sungai tidak terawat,” ucapnya.
Sebelumnya, Ecoton telah melayangkan gugatan kepada Gubernur Jatim dan Menteri PUPR terkait masih tercemarnya sungai brantas. Berikut putusan PN Surabaya:
1. Memerintahkan para tergugat untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya.
2. Memerintahkan para tergugat unt memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN 2025
3. Memerintahkan para tergugat untuk melakukan pemasangan CCTV di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
4. Memerintahkan para tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
5. Memerintahkan para tergugat mengeluarkan peringatan terhadap insustri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum di buang ke sungai.
6. Memerintahkan Para Tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001.
7. Memerintahkan Para Tergugat untuk memasang (Real Time) alat pemantau kualitas air di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
8. Memerintahkan PARA TERGUGAT untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas , untuk tidak mengko suami ikan yang mati karena limbah industri.
9. Memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri.
10. Memerintahkan para tergugat untuk membentuk tim satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan Limbah Cair di Jatim
Alaika menegaskan, tuntutan Ecoton harus segera dikabulkan, setelah melalui MA Putusan Nomor 1190K/PDT/2024 yang di keluarkan pada tanggal 30 April 2024 dalam perkara antara Gubernur Jatim dan Menteri PUPR, melawan Ecoton.
“Dengan Putusan MA ini maka pihak tergugat yaitu Gubernur Jatim dan Menteri PUPR harus melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT.SBY,” tegasnya.
Prigi Arisandi Manager Sains, Seni dan Komunikasi Ecoton menambahkan bahwa Ecoton juga mendesak Gubernur Jatim, Menteri PUPR, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri kehutanan untuk membuat dan menetapkan kebijakan tentang standar prosedur operasi penanganan jika terjadi mati massal dan melakukan upaya pemulihan ekologis setelah ikan mati dan memberi sanksi kepada industri yang menyebabkan ikan mati massal.
“Selama ini kejadian ikan mati masal terus berulang dan tanpa penyelesaian karena penyebab terjadinya ikan mati masal tidak diungkap ke public dan cenderung di peti es-kan sehingga peristiwa ikan mati massal terus berulang,” pungkasnya.(ris/saf/rid)