
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) bersama koalisi masyarakat sipil menggelar aksi unjuk rasa di gerbang belakang Gedung DPR/MPR RI, menolak revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHAP) yang dinilai mengancam kebebasan sipil dan ruang hidup masyarakat.
Aksi ini diwarnai dengan orasi-orasi tajam dari perwakilan mahasiswa yang menyuarakan keresahan mereka terhadap pasal-pasal kontroversial dalam RKUHAP yang dianggap berpotensi melegalkan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan, akademisi, mahasiswa, bahkan tokoh masyarakat.
“Kami hadir di sini atas kesadaran bersama, atas ketertiban dan kesetiaan pada negara. Tapi hari ini, keresahan kami memuncak karena revisi RKUHAP bukan dibuat untuk rakyat. Kalau benar untuk rakyat, kami pasti akan dilibatkan!” teriak salah satu orator dari atas mobil komando, Selasa (22/7/2025).
Para pengunjukrasa menyoroti bagaimana pasal-pasal dalam revisi RKUHAP justru memberikan legitimasi kepada aparat penegak hukum untuk mengkriminalisasi pihak-pihak yang memperjuangkan hak-hak nya.
“Ini bukan hanya kemunduran hukum, ini adalah legalisasi kejahatan terhadap ruang hidup. Sudah lebih dari 100 kasus kriminalisasi. Sekarang malah diberi dasar hukum untuk terus menindas!” lanjut orator tersebut.
Mahasiswa menyatakan bahwa ancaman ini akan menyasar kepada siapa pun yang kritis terhadap kebijakan pemerintah, termasuk akademisi dan mahasiswa sendiri.
“Kami, mahasiswa, juga bisa dikriminalisasi hanya karena menyuarakan kebenaran. RKUHAP ini tidak melihat siapa kita, dia menyerang semua yang bersuara,” seru seorang peserta aksi lainnya.
Koalisi ini menyatakan bahwa perjuangan mereka adalah bentuk perlawanan terhadap kemunduran demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak akan diam, dan akan terus bersuara menolak RKUHAP yang dinilai bertentangan dengan semangat reformasi.
Aksi ini berlangsung damai namun tegas. Mahasiswa dan masyarakat sipil menyerukan penundaan pengesahan RKUHAP dan pembukaan ruang dialog partisipatif yang melibatkan publik secara luas.(faz/ipg)