Minggu, 19 Oktober 2025

Ratusan Ribu Warga AS Turun ke Jalan Tolak Kebijakan Trump, Protes Meluas hingga Eropa dan Kanada

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Massa aksi membawa boneka balon berbentuk Donald Trump Presiden AS dalam aksi yang terjadi di berbagai kota di AS. Foto: BBC

Ratusan ribu warga Amerika Serikat (AS) turun ke jalan untuk memprotes kebijakan Donald Trump Presiden di berbagai kota besar seperti New York, Washington DC, Chicago, Miami, dan Los Angeles.

Aksi besar-besaran ini terjadi pada, Sabtu (11/10/2025) waktu setempat, dan juga mendapat dukungan solidaritas dari luar negeri, termasuk Eropa dan Kanada.

Melansir BBC, di New York City, ribuan massa memadati kawasan ikonik Times Square sejak pagi hari. Jalanan dan pintu masuk stasiun bawah tanah penuh sesak dengan demonstran yang membawa berbagai poster bertuliskan “Democracy not Monarchy” dan “The Constitution is not optional”.

Polisi New York (NYPD) mencatat lebih dari 100.000 orang berpartisipasi dalam aksi damai di lima wilayah kota tersebut, tanpa ada laporan penangkapan.

Beth Zasloff salah satu pengunjuk rasa, seorang penulis lepas mengaku ikut turun ke jalan karena prihatin terhadap arah pemerintahan Trump yang menurutnya semakin otoriter.

“Saya merasa marah dan cemas atas pergeseran menuju fasisme dan pemerintahan otoriter yang terjadi di bawah administrasi Trump. Tapi melihat begitu banyak orang di sini memberi saya harapan,” ujarnya kepada BBC.

Sejak kembali ke Gedung Putih pada Januari lalu, Trump memperluas kekuasaan eksekutif dengan berbagai perintah presiden, termasuk pembubaran sejumlah lembaga federal dan pengerahan pasukan Garda Nasional ke kota-kota AS meski ditolak para gubernur.

Ia juga menyerukan aparat hukum untuk menindak “musuh-musuh politiknya”. Trump menolak tudingan bahwa dirinya diktator, dan menyebut kritik tersebut sebagai “reaksi berlebihan”.

Namun, para pengamat menilai langkah-langkah tersebut berpotensi melanggar konstitusi dan mengancam demokrasi Amerika.

Salah satu peserta aksi lainnya, Massimo Mascoli (68 tahun), warga New Jersey yang lahir di Italia, mengatakan dirinya ikut berdemo karena khawatir AS sedang mengulang sejarah kelam negaranya di masa lalu.

“Saya adalah keponakan pahlawan Italia yang membelot dari tentara Mussolini dan bergabung dengan pasukan perlawanan. Ia disiksa dan dibunuh oleh fasis. Setelah 80 tahun, saya tak menyangka akan melihat fasisme muncul lagi di Amerika Serikat,” ujarnya.

Mascoli juga menyoroti kebijakan pemerintahan Trump terkait pemangkasan layanan kesehatan dan pengetatan imigrasi.

“Kami tak bisa lagi mengandalkan Mahkamah Agung, pemerintah, atau Kongres. Semua cabang kekuasaan kini berbalik melawan rakyat Amerika. Jadi kami harus melawan,” katanya.

Chuck Schumer tokoh Partai Demokrat sekaligus Pemimpin Minoritas Senat, turut hadir dalam aksi di New York. Ia menulis di platform X, “Kita tidak punya diktator di Amerika, dan kita tidak akan membiarkan Trump terus menggerogoti demokrasi kita,” sambil mengunggah foto dirinya membawa poster bertuliskan Fix the Health Care Crisis.

Sementara itu di Washington DC, Senator Bernie Sanders dari Vermont menyampaikan orasi di hadapan ribuan peserta. “Kami tidak di sini karena membenci Amerika, kami di sini karena mencintai Amerika,” tegas Sanders, disambut sorak dukungan dari massa.

Aksi protes juga meluas ke luar negeri. Di Eropa, demonstrasi serupa digelar di Berlin, Madrid, Roma, dan London di mana ratusan orang berkumpul di depan Kedutaan Besar AS. Di Toronto, Kanada, para demonstran membawa poster bertuliskan “Hands off Canada”.

Menanggapi aksi besar ini, Trump dalam wawancara dengan Fox News yang akan ditayangkan Minggu mengatakan, “Mereka menyebut saya raja. Saya bukan raja,” ujarnya dalam cuplikan yang dirilis lebih awal.

Meski demikian, beberapa gubernur dari Partai Republik seperti Greg Abbott (Texas) dan Glenn Youngkin (Virginia) sempat mengaktifkan pasukan Garda Nasional dengan alasan menjaga keamanan.

Langkah itu dikritik oleh politisi Demokrat yang menilai pengerahan pasukan bersenjata untuk menghadapi demonstrasi damai sebagai tindakan yang mencerminkan pemerintahan otoriter.

Menurut survei terbaru Reuters/Ipsos, tingkat kepuasan publik terhadap Presiden Trump hanya 40 persen, sementara 58 persen menyatakan tidak setuju dengan kinerjanya.

Angka itu setara dengan rata-rata dukungannya pada masa jabatan pertama, namun lebih rendah dibandingkan 47 persen saat ia dilantik kembali pada Januari lalu.

Protes yang meluas ini menandai semakin dalamnya polarisasi politik di Amerika Serikat, sementara kekhawatiran atas arah demokrasi negara itu kian meningkat di bawah kepemimpinan Donald Trump. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Minggu, 19 Oktober 2025
34o
Kurs