Selasa, 8 Juli 2025

Rehabilitasi Narkoba Bukan Privilege, BNN Surabaya Tegaskan Artis Tak Diistimewakan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Kombes Heru Prasetyo Kepala BNNK Surabaya waktu memberi keterangan usia melakukan penggeledahan di Jalan Dupak Surabaya, Senin (3/3/2025). Foto: Istimewa.

Badan Narkotika Nasional (BNN) menegaskan bahwa artis yang tertangkap menggunakan narkoba kini tidak secara otomatis dipenjara. Kebijakan ini bukan bentuk pembiaran, melainkan bagian dari pendekatan hukum yang lebih mengedepankan rehabilitasi bagi para pengguna, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Kombes Pol. Heru Prasetyo Kepala BNN Kota Surabaya menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, termasuk para artis. Menurutnya, ketentuan dalam Pasal 54 UU Narkotika menyebutkan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi.

“Kalau sang artis ini nanti dalam proses pembuktian ternyata adalah bandar atau pengedar, itu justru akan kami tahan. Tetapi kalau mereka itu adalah sebagai pengguna, maka hukumannya adalah direhabilitasi,” jelas Heru ketika mengudara bersama Radio Suara Surabaya.

“Nah, itu yang kemudian BNN tidak mau mempublikasikan secara lebih. Kami khawatir masyarakat akan menjadi terpengaruh. Oh, kalau mau jadi artis berarti harus pakai narkoba. Nah, itu yang kami hindari. Kami tidak butuh popularitas semacam itu,” imbuh Heru.

Heru juga menjawab kekhawatiran masyarakat yang menganggap artis mendapat perlakuan istimewa. Ia menegaskan tidak ada hak istimewa dalam penanganan kasus narkoba.

Heru menegaskan bahwa artis maupun masyarakat umum akan diperlakukan sama. Rehabilitasi juga bukan hanya untuk mereka yang mampu secara finansial, sebab BNN juga menyediakan layanan rehabilitasi gratis.

Heru menjelaskan bahwa rehabilitasi terdiri dari dua jenis, yaitu rehabilitasi medis dan sosial. Selain itu, terdapat dua metode pelaksanaan, yakni rawat jalan dan rawat inap. Penentuan jenis layanan tersebut sangat bergantung pada tingkat kecanduan seseorang.

“Jika hanya rekreasional atau coba-coba, bisa dilakukan rawat jalan. Tapi kalau sudah pada tahap adiktif atau berat, harus rawat inap untuk mendapatkan penanganan medis yang memadai,” paparnya.

BNN Kota Surabaya sendiri hanya memiliki fasilitas rawat jalan. Jika pasien memerlukan rawat inap, mereka akan dirujuk ke Balai Besar Rehabilitasi BNN di Lido, Bogor. Meski layanan itu gratis, keterbatasan jarak sering menjadi kendala.

“Kalau jarak menjadi masalah, kami rujuk ke fasilitas pemerintah seperti Rumah Sakit Jiwa Menur, yang juga memiliki layanan rehabilitasi. Biayanya relatif murah, biasanya hanya mencakup kebutuhan pribadi pasien seperti makan atau alat mandi,” ujar Heru.

Selain fasilitas milik pemerintah, terdapat pula Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat (LRKM). Heru menyebut ada sembilan LRKM di Surabaya. Hanya saja, layanan di lembaga ini umumnya berbayar karena turut menanggung kebutuhan pribadi pasien selama proses rehabilitasi.

Keterbatasan Tempat Rehabilitasi Jadi Tantangan

Heru menjelaksan bahwa masalah besar yang dihadapi saat ini adalah keterbatasan fasilitas rehabilitasi dibandingkan jumlah penyalahguna. BNN mencatat, kapasitas tampung di Surabaya hanya sekitar 125 orang, sementara jumlah pengguna yang perlu direhabilitasi bisa mencapai tiga hingga empat kali lipat.

“Setiap hari ada penambahan kasus, sementara waktu rehabilitasi tidak singkat, bisa tiga bulan. Akibatnya terjadi penumpukan klien yang belum tertangani,” ungkap Heru.

Ia juga mengungkapkan jika keterbatasan anggaran negara menjadi salah satu penghambat penambahan fasilitas rehabilitasi. Hingga kini, belum ada rumah sakit khusus rehabilitasi narkotika di Surabaya seperti yang dimiliki BNN di Lido.

Oleh sebab itu, Heru berharap Pemkot Surabaya dapat berperan menyediakan fasilitas rehabilitasi sendiri agar masyarakat bisa mengakses layanan ini secara gratis.

Meski rehabilitasi tersedia, Heru mengingatkan bahwa keberhasilan proses ini sangat tergantung pada kesadaran dan niat individu untuk sembuh, serta dukungan dari lingkungan terdekat.

“Sering terjadi, seseorang sudah direhabilitasi di tempat A, tapi kemudian ditangkap lagi karena mengulangi perbuatannya. Ini menunjukkan bahwa rehabilitasi tanpa kesadaran diri akan sia-sia,” ujarnya.

Heru menyatakan bahwa berdasarkan hasil survei di 153 kelurahan di Surabaya, tidak satu pun yang masuk kategori aman dari penyalahgunaan narkotika. Semua wilayah di Kota Pahlawan masih berada dalam status waspada dan siaga.

Heru juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan program wajib lapor yang diamanatkan dalam undang-undang. Melalui program ini, pecandu yang secara sukarela melaporkan diri ke BNN tidak akan diproses hukum, melainkan langsung diarahkan untuk mendapatkan rehabilitasi.

“Jangan takut lapor jke BNN. Yakinlah lapor kepada kami dan kami tidak akan memproses hukum. Kami akan jamin itu,” tegasnya.

Sebelumnya, Komjen Pol Marthinus Hukom Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI menyebut artis yang kedapatan sebagai pengguna narkoba tidak lagi ditangkap dan dipenjara lantaran hukum Indonesia lebih mengarah kepada pendekatan rehabilitasi.

Namun, bukan berarti artis bebas melakukan pelanggaran hukum dan tidak perlu diringkus karena penyalahgunaan narkoba. Ia menegaskan, bukan hanya artis atau figur publik saja yang mendapatkan hak rehabilitasi, melainkan seluruh warga negara yang terjerat kasus serupa.

Menurutnya, itu sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, yang berbunyi negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna narkoba. Lalu, pada Pasal 103 KUHP mengamanatkan kepada Hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna. (saf/ipg)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Selasa, 8 Juli 2025
26o
Kurs