
Bahlil Lahadalia Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa data penerima subsidi LPG 3 kilogram (kg) masih dalam proses pematangan.
Menurut Bahlil, kementeriannya bersama Badan Pusat Statistik (BPS) sedang merampungkan pemadanan data penerima subsidi LPG. Tujuannya agar bantuan benar-benar tepat sasaran dan tidak terjadi tumpang tindih pendataan.
“Data penerima subsidi itu kita satukan dari Kementerian Sosial, PLN, Pertamina, dan pemangku kepentingan lainnya. Itu masih dalam proses pematangan,” kata Bahlil usai menghadiri Peluncuran Logo Baru BPH Migas di Jakarta, Kamis (2/10/2025) dilansir Antara.
Pada Januari 2025, Bahlil mengatakan bahwa data penerima subsidi tersebut bersumber dari data Kementerian Sosial, PLN, Pertamina, dan pemangku kepentingan lainnya. Pemerintah memutuskan untuk menyatukan data tersebut melalui BPS.
Penyatuan data dari berbagai pemangku kepentinganini, kata Bahlil, bertujuan mencegah terjadinya tumpang tindih pendataan. Dengan demikian subsidi yang diberikan dapat lebih tepat sasaran.
Setelah pemerintah tuntas mendata para penerima subsidi, maka Bahlil akan segera mengumumkan skema dan siapa saja penerima subsidi.
“Jadi, mungkin Pak Menterinya, Menteri Keuangannya, mungkin belum baca data,” kata Bahlil.
Adapun pernyataan Bahlil ini muncul setelah Purbaya Menkeu dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025), membeberkan besarnya beban subsidi energi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pada Rapat Kerja itu, Purbaya merinci harga asli barang-barang subsidi seperti Pertalite hingga LPG 3 kilogram (kg) sebelum selisih harga keekonomian dan yang dibayar masyarakat ditanggung oleh pemerintah lewat APBN.
LPG 3 kg memiliki harga asli Rp42.750 per tabung, namun dijual ke masyarakat sebesar Rp12.750 per tabung, atau disubsidi sebesar Rp30.000 (70 persen). Subsidi tersebut memakan anggaran Rp80,2 triliun pada APBN 2024 dan dinikmati oleh 41,5 juta pelanggan.
Purbaya juga menyoroti Pertalite dengan harga seharusnya Rp11.700 per liter, dijual dengan harga Rp10.000 per liter atau disubsidi Rp1.700 per liter (15 persen). Total anggaran untuk subsidi tersebut sebesar Rp56,1 triliun pada APBN 2024 dan dinikmati oleh 157,4 juta kendaraan.
“Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi, baik energi dan nonenergi,” kata Purbaya. (ant/bil/faz)