Senin, 24 November 2025

Sambut Positif Pernyataan Wakapolri, Ketua IPW Sarankan Kapolres-Kapolsek Bermasalah Dicopot

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Sugeng Teguh Santoso Ketua Indonesia Police Watch (IPW). Foto: Antara/ IPW

Pernyataan gamblang disampaikan Komjen Pol Dedi Prasetyo Wakapolri dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (18/11/2025) pekan lalu.

Pada kesempatan itu, Wakapolri mengungkapkan ada sejumlah PR di tubuh Korps Bhayangkara, salah satunya yakni sejumlah Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) hingga Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) belum memiliki kinerja optimal.

Berdasarkan hasil evaluasi internal Polri, mayoritas Kapolsek belum memenuhi ekspektasi kinerja. Dari 4.340 Kapolsek, 67 persen under performance. Analisanya, karena 50 persen Kapolsek diisi oleh perwira-perwira lulusan Pendidikan Alih Golongan (PAG). Sedangkan untuk Kapolres, dari total 440 yang diasesmen, 36 di antaranya dinilai berkinerja buruk.

Kondisi serupa juga ditemukan di jajaran reserse kriminal. Dari 47 Direktur Reserse Kriminal (Direskrim), sebanyak 15 dinyatakan tidak memenuhi standar kinerja.

Menanggapi pernyataan Wakapolri itu, Sugeng Teguh Santoso Ketua IPW Indonesia Police Watch (IPW) pun menyambut dengan positif. Langkah Wakapolri itu disebutnya secara terang-benerang telah membuka berbagai persoalan di internal Polri, bahkan dianggap jadi momentum penting untuk percepatan reformasi.

Dia menilai apa yang disampaikan Wakapolri dalam forum resmi DPR itu, sebetulnya selaras dengan beberapa catatan yang juga sering disampaikan IPW dalam beberapa kesempatan mengkritisi kinerja Polri.

Menurutnya, langkah membuka persoalan internal ini memiliki dua tujuan penting. Pertama, sebagai bentuk otokritik

“Tujuannya dua, sebagai satu bentuk otokritik untuk mengingatkan aparat-aparat internalnya, dan yang kedua membuka kepada publik karena membutuhkan bantuan publik untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang sudah diakui. Jadi ini sesuatu yang positif untuk Polri ke depan,” ujar Ketua IPW itu saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (24/11/2025).

Terkait paparan Wakapolri yang menyebut 62 persen persoalan kinerja ada di tingkat wilayah, serta sorotannya kepada kompetensi dan integritas pimpinan di bawah, IPW pun mengamini.

Bahkan, menurut Sugeng, masalahnya bukan cuma soal kompetensi, melainkan pimpinan di tingkat bawah yang disebutnya sebagai penguasa-penguasa kecil.

“Kapolsek, Kapolres itu di wilayah seperti penguasa-penguasa kecil. Mereka seperti pemilik hukum, padahal mereka cuma penegak hukum yang harus taat hukum. Hukum di tangan beberapa oknum Kapolsek, Kapolres ini bukannya harus ditaati, tapi mereka bisa belak-belokkan.”

Ia memberi contoh salah satu kasus di Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur yang melibatkan konflik tambang dan masyarakat adat.

“Masyarakat di sana kemudian menjadi korban daripada penyalahgunaan kewenangan karena adanya pemodal-pemodal yang masuk. Jadi memang itu fenomena yang kemudian diakui oleh Pak Wakapolri harus dibenahi,” ucapnya.

Meski demikian, Sugeng menilai kalau pengakuan masalah saja tidak cukup. Harus ada tindakan nyata setelahnya.

“Menurut saya tidak cukup diakui. Segera saja kalau ada pengaduan, benar atau tidak dinonaktifkan dulu. Walaupun memang mengesankan tidak adil, tapi kalau catatan kepada dia sudah berkali-kali ya artinya punya kecenderungan. Kan dikatakan 36 persen Kapolres itu bermasalah, kemudian 62 persen Kapolsek itu bermasalah. Copot saja dulu, gantikan yang tidak bermasalah,” tegasnya.

Wakapolri sebelumnya juga menyinggung soal komposisi perwira yang 50 persen berasal dari lulusan PAG, atau bintara yang naik jadi perwira usai sekolah jadi salah satu penyebab lemahnya kinerja.

Terkait hal ini, sugeng mengaku tidak sepenuhnya sependapat dengan pernyataan itu. Ia menilai akar permasalahan bukan soal asal jalur, tetapi soal integritas dan mental. Menurutnya, salah satu hal paling serius dan harus jadi perhatian adalah fenomena “kode blue silent”.

“Kode blue silent itu adalah toleransi terhadap pelanggaran anggota. Atasan tidak bisa menindak karena dia terima setoran dari bawahan, atau atasan terlibat dalam peristiwa pelanggaran. Di satu wilayah juga bisa karena adanya geng yang sudah lama berkuasa,” bebernya.

Bila fenomena ini masih terjadi dan berlanjut, Sugeng mengaku reformasi Polri akan berjalan sangat sulit. Meski begitu, ia percaya momentum ini dapat menjadi awal perubahan besar.

“Ini momentum yang sangat penting buat institusi Polri berbenah secara radikal,” ucapnya.

Adapun Prabowo Subianto Presiden sebelumnya telah membentuk Komite Percepatan Reformasi Polri. Terkait komite ini, menurut Sugeng, pengawas eksternal seperti Litbang Kompas memang dapat dilibatkan. Namun IPW memilih tetap menjalankan fungsi kontrol secara independen.

“Kami hanya memberikan masukan. Kita tidak menawar-nawarkan diri untuk dilibatkan, tidak menunggu dilibatkan. Kita jalankan peran saja sesuai mandat kelembagaan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa kini tantangannya bukan lagi soal menemukan masalah, melainkan menjalankan solusinya dengan konsisten.

“Sudah terang benderang itu, salah satunya soal rekrutmen. Tinggal dicarikan jalan keluarnya dan dieksekusi dengan pengawasan yang kuat dan konsisten,” pungkasnya.(bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Senin, 24 November 2025
31o
Kurs