Kamis, 25 Desember 2025

Sebulan Bencana di Sumatera, Riset Media DIR Ungkap Risiko Krisis Legitimasi

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Neni Nur Hayati Direktur Komunikasi Lembaga riset Deep Intelligence Research (DIR). Foto: DIR

Bencana banjir yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh kini telah berlangsung hampir sebulan. Hasil pemantauan media Lembaga riset Deep Intelligence Research (DIR) selama periode 25 November hingga 24 Desember 2025 menunjukkan bahwa topik pemberitaan media dan percakapan di media sosial soal bencana banjir di Sumatera dan Aceh telah mengalami transformasi risiko yang cukup serius.

Berdasarkan kajian terhadap lebih dari 11 ribu media online, 200 media cetak, dan 93 media elektronik selama periode 25 November–24 Desember 2025, DIR mencatat bahwa pemberitaan media arus utama masih didominasi sentimen positif sebesar 69 persen, terutama terkait manajemen krisis dan pembaruan penanganan bencana.

Meski demikian, menurut kesimpulan riset DIR yang dirilis, Kamis (25/12/2025), terdapat alarm serius berupa 28 persen sentimen negatif yang didorong oleh isu keterlambatan bantuan, ketimpangan distribusi logistik, serta dampak pascabencana.

Sentimen Negatif Kembali Naik Sejak 19 Desember

Neni Nur Hayati Direktur Komunikasi DIR menjelaskan bahwa puncak pemberitaan terjadi pada 1 Desember 2025, dengan dominasi sentimen negatif seiring fase darurat awal banjir bandang.

“Pasca 5 Desember, narasi positif mulai menyalip, didorong publikasi masif penyaluran bantuan dan upaya pemulihan. Namun muncul anomali pada 19 Desember, ketika sentimen negatif kembali melonjak tajam,” ujar Neni dalam keterangannya yang diterima suarasurabaya.net, Kamis malam.

Lonjakan tersebut dipicu banyaknya pemberitaan mengenai belum meratanya bantuan dan kondisi korban di wilayah paling terisolasi, khususnya di Aceh, Nias, dan sejumlah daerah terdampak di Sumatera.

DIR mencatat total 30.489 pemberitaan dengan topik Banjir Sumatera dan Aceh, yang tersebar di 16.233 media lokal, 14.207 media nasional, dan 49 media internasional.

Media seperti Kompas.com, Tempo.co, dan Detik.com menjadi yang paling banyak memberitakan isu ini, dengan variasi tone positif, netral, dan negatif.

Sementara di media sosial, tercatat lebih dari 55.600 unggahan dari 28.100 akun, menghasilkan lebih dari dua juta percakapan dan interaksi.

“Interaksi tertinggi ada di Instagram dan TikTok. Di TikTok mencapai 939.289, sedangkan Instagram 909.837 interaksi. Ini menunjukkan isu bencana sangat viral dan memiliki resonansi emosional kuat,” tambah Neni.

Tiga Klaster Percakapan Publik

Adapun menurut kajian DIR, terdapat tiga klaster utama yang mendominasi percakapan publik. Pertama klaster kemanusiaan, berfokus pada kondisi korban dan kronologi bencana.

Kedua klaster gugatan sistemik, yang menuding bencana dipicu eksploitasi hutan dan tambang, diperkuat temuan kayu gelondongan di sejumlah lokasi banjir.

Ketiga, klaster eskalasi politik berupa kritik langsung terhadap figur otoritas pemerintah atas keterlambatan penanganan bencana, yang mulai dipersepsikan sebagai krisis legitimasi dan kegagalan komunikasi publik.

“Yang patut menjadi perhatian serius adalah munculnya narasi disintegrasi, seperti kata kunci ‘Merdeka’ di Aceh dan Nias, sebagai bentuk protes atas abainya pemerintah pusat. Ini menandakan bencana mulai dijadikan alat tawar politik yang berpotensi mengancam stabilitas nasional,” tegas Neni.

Rekomendasi Strategis DIR

Berdasarkan matriks risiko dan peta isu, DIR kemudian menyampaikan empat rekomendasi utama.

Pertama, akselerasi status dan kehadiran simbolis negara, termasuk mempertimbangkan penetapan status bencana nasional, khususnya untuk menjawab aspirasi daerah seperti Aceh dan Nias. Kunjungan langsung pejabat tinggi, bahkan menetap sementara di lokasi, dinilai penting untuk meredam narasi “pejabat tak berempati”.

Kedua, transparansi dan penegakan hukum melalui investigasi terbuka terhadap 31 perusahaan sektor ekstraktif di Sumatera yang diduga berkontribusi pada bencana ekologis. Publikasi hasil audit, termasuk temuan kayu gelondongan, dinilai krusial untuk menunjukkan keberpihakan negara kepada rakyat.

Ketiga, mitigasi narasi dan kontra-disintegrasi dengan pendekatan dialogis kepada tokoh masyarakat dan aktivis lokal di pengungsian, serta penguatan kontra-narasi berbasis data pemulihan di platform TikTok dan Instagram.

Keempat, penanganan krisis ekonomi mikro, terutama intervensi harga pangan di wilayah terdampak untuk meredam kemarahan publik terkait biaya hidup dan kelumpuhan logistik, terlebih menjelang Natal dan Tahun Baru. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Kamis, 25 Desember 2025
25o
Kurs