Rabu, 28 Mei 2025

Sepakat dengan Menhub, Ekonom Minta Pemerintah Tidak Gegabah Atur Ojol

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Para pengemudi ojek online dari sejumlah komunitas menyuarakan aspirasi mereka terkait peningkatan kesejahteraan di area Monas, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025). Foto: Farid suarasurabaya.net

Gelombang tuntutan dari pengemudi ojek online (ojol) kembali memuncak dengan aksi demonstrasi besar pada 20 Mei 2025. Mereka menilai potongan sebanyak 20 persen terlalu memberatkan dan meminta intervensi Pemerintah agar potongan diturunkan demi meningkatkan kesejahteraan mereka.

Sejumlah pejabat negara dan ekonom menyerukan agar Pemerintah tidak terburu-buru merespons tuntutan secara populis.

Agung Yudha Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) mengingatkan, keputusan yang tidak berbasis data dan hanya mengakomodir satu pihak bisa menimbulkan dampak negatif yang lebih luas terhadap ekosistem digital Indonesia.

Menurutnya, ekosistem ojek online dan layanan pengantaran digital adalah sistem yang sangat kompleks, melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Tidak hanya jutaan mitra pengemudi dan perusahaan aplikasi, tetapi juga konsumen, pelaku UMKM, regulator, investor, penyedia layanan keuangan, logistik, teknologi, serta mitra bisnis lainnya seperti restoran, toko, gudang, dan bengkel.

Setiap intervensi pada satu titik dalam ekosistem ini berpotensi menimbulkan efek domino yang merugikan banyak sektor.

“Industri ojol, taksi online dan kurir online berkontribusi sekitar 2 persen terhadap PDB Indonesia (ITB, 2023). Bila komisi dipaksakan turun, dampaknya bisa sangat besar,” ujarnya di Jakarta, Senin (26/5/2025).

Agung juga menyoroti dampak sosial dari penurunan komisi. “Hilangnya pendapatan pengemudi akan menurunkan daya beli mereka, yang kemudian berdampak pada sektor makanan, kebutuhan pokok, hingga layanan keuangan seperti pinjaman dan cicilan,” imbuhnya.

Kemudian, dia memaparkan sejumlah dampak besar yang terjadi bila komisi dipaksa turun. Antara lain, hanya 10–30 persen mitra pengemudi yang bisa terserap ke lapangan kerja formal, dan penurunan aktivitas ekonomi digital bisa menekan PDB hingga 5,5 persen.

Lalu, sekitar 1,4 juta orang terancam kehilangan pekerjaan, dan dampak ekonomi total bisa mencapai Rp178 triliun, termasuk efek berantai pada sektor lain.

Terkait tuntutan penurunan komisi menjadi 10 persen, Dudy Purwagandhi Menteri Perhubungan menanggapi dengan penuh kehati-hatian.

Dudy menyatakan, aplikator memiliki skema potongan yang bervariasi dan pengemudi bebas memilih platform sesuai preferensi.

“Para driver sebenarnya punya pilihan. Kita bisa lihat bahwa keempat aplikator ini, GoJek, Grab, Maxim, dan InDrive memiliki pangsa pasar dan skema potongan yang berbeda,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Menhub menambahkan, Pemerintah tidak menutup kemungkinan menurunkan komisi, tetapi harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem.

“Kalau saya tidak berpikir keseimbangan berkelanjutan, bisa saja. Enggak ada susahnya menandatangani aturan potongan 10 persen. Tapi, rasanya tidak arif bagi kami kalau kami tidak mendengar semuanya. Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem besar di sini yaitu pengemudi, perusahaan, UMKM, logistik, hingga masyarakat pengguna. Pemerintah ingin menjaga keberlanjutan dan keseimbangannya,” tambahnya.

Dengan segala pertimbangan itu, Menhub dan para ekonom menekankan, regulasi terhadap ekosistem digital tidak bisa dibuat secara tergesa-gesa atau emosional. Pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan seluruh pemangku kepentingan, mengedepankan kebijakan yang adil, berkelanjutan, dan berbasis bukti.

Kalau poin-poin tersebut diabaikan, niat memperbaiki justru bisa berujung pada kebijakan yang merusak ekosistem digital yang telah memberikan manfaat nyata bagi jutaan warga Indonesia, dan melenyapkan potensi besar di era teknologi.

Berdasarkan data yang dipegang Modantara, hingga 2024 lebih dari 600 ribu UMKM telah bergabung di GrabFood dan GrabMart. Sejak pandemi hingga Mei 2022, lebih dari 2 juta UMKM telah didigitalisasi melalui Grab dan OVO.

Pada 2023, 500.000 UMKM baru masuk ke dalam platform. Gojek juga mencatat hingga Oktober 2022, 20,5 juta UMKM telah terdigitalisasi, dengan pertumbuhan signifikan pada 2020 sebanyak 80 persen.

Penurunan pendapatan platform juga mengancam keberlangsungan program digitalisasi UMKM, insentif pengemudi, dan pengembangan teknologi.

Lebih jauh lagi, sektor transportasi daring saat ini menjadi tumpuan hidup bagi lebih dari 3 juta orang, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Sementara itu, riset dari CSIS dan Tenggara Strategics menunjukkan pada 2019 kontribusi industri mobilitas dan pengantaran digital telah mencapai Rp127 triliun. Setiap peningkatan 10 persen jumlah mitra pengemudi terbukti mendorong kenaikan tenaga kerja di sektor mikro dan kecil sebesar 3,93 persen.

Menanggapi persoalan yang ada, sejumlah kalangan menilai Anggota DPR Komisi V yang ikut membahas isu itu dalam RDPU hanya melihat satu sisi, yaitu keluhan pengemudi, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang pada ekosistem digital secara keseluruhan.

Penurunan komisi bukan hanya soal perusahaan dan mitra pengemudi, tapi juga berdampak pada konsumen. Ketika pendapatan perusahaan menurun, kemampuan mereka untuk memberikan promo dan diskon kepada pelanggan juga akan ikut berkurang. Padahal, insentif semacam itu terbukti penting untuk membantu UMKM tumbuh dan menjangkau konsumen baru.

Piter Abdullah Redjalam Executive Director Segara Institute. Dalam program Akbar Faizal Uncensored (24/5/2025) mengingatkan, regulasi yang memaksa penurunan komisi justru berpotensi merusak struktur industri digital yang telah dibangun selama lebih dari satu dekade.

“Setback, setback, saya khawatirkan setback industri yang kita bangun 10 tahun terakhir yang sudah memberikan manfaat terhadap perekonomian kita, baik itu di dalam pembentukan PDB dalam bentuk penciptaan lapangan kerja, memberikan penghasilan kepada begitu banyak masyarakat kita, itu bisa terhapuskan. Industri yang dulu, yang Bang Akbar pasti sempat ingat betapa kita membangga-banggakannya Indonesia memiliki unicorn, ya, itu akan hilang. Ini adalah cikal bakal dari industri digital yang kita bangun dan kita sebutkan sebagai salah satu potensi terbesarnya kita—itu akan hilang. Industri ini adalah cikal bakal kita memasuki era industri teknologi. Itu bisa setback karena, pertama, kita bisa kehilangan investor. Kita kehilangan mereka yang mau berinvestasi pada bidang industri teknologi. Iya, karena ketidakpastian hukum tadi,” ungkapnya.

Piter menekankan, struktur komisi merupakan hasil dari dinamika pasar. Jika pengemudi merasa tidak cocok dengan satu platform, mereka bebas beralih ke yang menawarkan potongan lebih rendah, seperti Maxim atau InDrive yang hanya memotong 9-15 persen.

“Ini industri yang tidak memaksa dan tanpa monopoli,” pungkas ekonom senior itu. (rid/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Avanza Terbalik Usai Tabrak 2 Mobil Parkir

Surabaya
Rabu, 28 Mei 2025
31o
Kurs