
Senin (29/9/2025) sore waktu asar menjadi sujud terakhir Rafi Catur Okta Mulya (17 tahun). Santri Pondok Pesantren Al Khoziny ini meninggal dunia dalam tragedi runtuhnya bangunan musala di pesantren kawasan Buduran, Sidoarjo itu.
Jasadnya ditemukan dalam kondisi baik meski baru hari ketiga pencarian, Rabu (1/10/2025) malam.
Anak bungsu dari empat bersaudara ini dikenal keluarga sosok yang taat dan khusyu beribadah salat.
Novita Tri Endah (26 tahun) kakaknya, bersaksi Rafi bahwa adik yang penurut dan tak pernah sekalipun membangkang.
“Kalaupun kakaknya ada uang ya, saya beliin. Tapi kalau tidak ada, ia mau nunggu,” ungkapnya ditemui suarasurabaya.net di rumah duka kawasan Sawahan, Surabaya pada Senin (6/10/2025) sore.
Dua bulan lalu Rafi resmi jadi santri Pondok Pesantren Al Khoziny, setelah sebelumnya sempat belum diizinkan oleh kakak dan ayahnya.
Keluarga yang tak punya latar belakang pendidikan pesantren, luluh dengan cita-cita mulia Rafi yang ingin menjadi ustaz untuk mengajari semua saudaranya mengaji.
“Lokasi rumahku kan kayak gini. Dekat Jarak, Dolly (belas lokalisasi). Tapi ia itu tidak pernah aneh-aneh,” ujarnya.
Remaja yang dikenal khusyu setiap salat, tak pernah absen salat jemaah di musala dan agenda keagamaan di kampung itu, kata Novita, ingin memperdalam ajaran Islam.
“Salat maghrib ke isya itu sampai ketiduran di sajadah sampai bangun salat lagi. Orang kampung sini tidak tahu kan adik saya mondok. Soalnya biasanya itu jemaah di musala. Adik saya itu aktif di musala. Ada orang kampung tahlilan, maulidan, aktif semua,” tuturnya.
Setelah sebulan mondok, pertama kalinya Rafi pulang pada awal September lalu, dalam rangka Maulid Nabi.
Setelah sepuluh hari di rumah, keluarga mengakui perubahannya yang tak hanya memegang teguh salat, tapi juga pandai mengaji. Namun ternyata itulah kesempatan terakhir keluarga bertemu Rafi.
Kini Novita sadar, banyak permintaan yang tak biasa diminta adiknya kala itu, seolah pertanda akan pergi selama-lamanya.
“Biasanya tidak pernah minta apa-apa. Waktu sepuluh hari itu dia minta pisang cokelat, minta lagi pisang kembung, minta tahu kocek, terus softcase HP,” ungkapnya.
Ada satu permintaan Rafi yang sempat jadi firasat Novita, yaitu baju muslim warna putih lengan panjang.
“Padahal sudah pernah sebelumnya saya belikann baju yang baru. Cuma lengan pendek. ‘Yang lengan panjang, Mbak, buat acara di pondok nanti’. Ya sudah, saya belikan. Bajunya datang dua hari kemudian. Dicoba, salat juga di sini. Terus minta minyak wangi,” jelasnya.
Terakhir yang mengagetkan Novita dan kakaknya yang lain, Rafi minta foto bersama mengenakan baju putih lengan panjang dan sarung merah pemberiannya itu sebelum kembali ke pondok.
Ia juga mengundur kepulangannya sehari setelah sempat mengutarakan ke kakaknya, masih ingin di rumah.
“Ayo Mbak foto, sampean lek kangen (Mbak kalau kangen) aku lihat itu (foto),” kata Novita menirukan apa yang disampaikan adiknya itu.
Semingguan sebelum meninggal, Rafi juga sempat telepon sang ayah.
“Ditanya bapak apakah sangunya (uang sakunya) masih ada. Dijawab ada cukup sampai pulang lagi. Padahal pulangnya cuma Maulid Nabi, Ramadan, dan Lebaran. Ternyata pulang yang dimaksud selama-lamanya,” ungkap Novita penuh haru.
Hingga sujud terakhirnya itu, sarung dan kemeja putih lengan pendek yang pernah dia belikan itu, masih dikenakan Rafi.
“Aku tahu kalau itu jasadnya dari sarungnya. Sarungnya itu sering saya cuci, sering saya lipat. Jadi saya tahu hafal,” ucapnya.
Melihat jenazah Rafi sujud, Novita dan keluarga tak kuasa menahan tangis. Syok dan tak terima awalnya.
Tapi dia percaya bahwa takdir baik Allah memanggil adiknya dalam kondisi menjaga wudu, salat, dan sedang berpuasa. Jasadnya pun tak terbujur kaku usai dievakuasi.
Belum lagi bangganya dia memiliki adik yang pada sujud terakhirnya pun masih berupaya menyelamatkan Haical, dengan merangkulkan satu tangannya untuk melindungi sahabatnya yang masih kecil itu.
“Jadi kata kesaksian Haical itu kan adik (saya) masih bisa diajak salat magrib dan isya. Tapi ya dalam keadaan sujud terus gitu kan. Tapi hanya berapa jam adik saya bertahan, lalu meninggal,” tuturnya sambil lagi-lagi air matanya luruh.
Sosok Haical juga diceritakan Rafi ke Novita di kepulangan pertamanya awal September lalu.
Yang Novita ketahui, Rafi ingin selalu bisa melindungi dan menemani Haical dalam segala kondisi.
“Ternyata pas ketemu itu Haical selamat karena badan adik saya kan besar, jadi reruntuhan betonnya tertutup badan adik saya,” ungkapnya menceritakan kondisi jasad Rafi ditemukan dalam sujud melindungi Haical.
Novita memetik banyak pelajaran berharga dari adiknya sendiri. Terutama soal ketaatan dalam salat.
“Kata tetangga yang juga mondok, sebenarnya ada tanda-tanda runtuh. Mangkanya dia (tetangga) bisa lari. Adik saya tidak (lari) karena ia mungkin khusyu sekali salatnya, seperti yang saya tahu saat di rumah,” ujarnya.
Kenangan baik tentang Rafi, akan tinggal selamanya dalam ingatan, dengan foto bersama terakhir sebelum kepulangan Rafi ke pondok.
Keinginannya untuk memberi kejutan di hari ulang tahun Rafi dua hari lagi, Rabu (8/10/2025) akan diganti dengan kiriman doa terbaik untuk adik yang amat dicintainya.
“Ulang tahun saya ingin memberi kejutan. Ingin membelikan kue tar, atau ke pondok, atau apa gitu. Tapi dikasih kabar ini dulu. Jadi ya belum pernah ke sana sama sekali. Jadi (Rafi) sudah ngurus KTP. (Rafi bilang) nanti kalau KTP-nya sudah jadi, saya yang ambil. Tidak tahu (sekarang), saya sih belum kuat mau ambil KTP-nya,” paparnya.
Diketahui, Syehlendra Haical (13 tahun) santri yang suaranya viral di sosial media saat menjawab pertanyaan tim search and rescue (SAR), akhirnya selamat dihari ketiga pencarian.
Meski tiga hari setelahnya, kaki kirimya harus diamputasi setinggi lutut karena ada jaringan mati atau nekrosis yang menyebabkan infeksi menjalar ke organ hati dan ginjal. (lta/saf/ipg)