
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Geofisika Malang melangsungkan Sekolah Lapang Gempa Bumi (SLG) di Surabaya, sebagai upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat.
BMKG memilih Surabaya sebagai tempat penyelenggaraan SLG, tidak lepas dari keberadaan Sesar Kendeng yang membuat Surabaya rawan akan gempa bumi.
“Bagian dari Sesar Kendeng yang berada dekat dengan Surabaya adalah Segmen Waru dan Segmen Surabaya,” kata Mamuri Kepala stasiun Geofisika Malang sekaligus panitia SLG di Surabaya, pada Sabtu (28/6/2025).
Ia menjelaskan, bahwa Segmen Waru memiliki panjang 64 km, yakni memanjang dari arah barat ke timur, melalui wilayah Kabupaten Lamongan (Kecamatan Sukorame, Ngimbang, Sambeng, Mantup), Kabupaten Mojokerto (Kecamatan Damarblandong), Kabupaten Gresik (Kecamatan Kedamean, Driyorejo) dan Kota Surabaya (Kecamatan Lakarsantri, Karang Pilang).
Sementara Segmen Surabaya memiliki panjang 25 km, yakni memanjang dari arah barat ke timur melalui wilayah Kabupaten Gresik (Kecamatan Cerme) dan Kota Surabaya (Kecamatan Pakal, Benowo, Tandes, Suko manunggal, Sawahan, Tegalsari, Wonokromo).
“Namun demikian, Surabaya cukup jarang diguncang gempa hebat. BMKG mencatat Sesar Kendeng pernah memicu terjadinya gempabumi merusak di Mojokerto pada 1836,1837, Madiun pada 1862, 1915, dan Surabaya pada 1867,” jabarnya.
Selain sesar kendeng, lanjut dia, Surabaya juga berpotensi terdampak gempa bumi yang bersumber dari sesar aktif di sekitarnya, contohnya seperti gempa bawean yang terjadi pada 23 Maret 2024 lalu.
“Gempa itu menyebabkan kerusakan bangunan dan kepanikan masyarakat Surabaya. Kerusakan yang terjadi di rumah sakit, serta beberapa rumah warga di Surabaya, menjadi bukti nyata bahwa wilayah ini tidak lepas dari risiko gempa bumi,” imbuhnya.
Dengan kondisi tersebut, BMKG meningkatkan pemahaman berbagai stakeholder melalui SLG sebagai bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.
Pemaparan materi dan diskusi SLG, meliputi potensi gempa di Kota Surabaya, sistem dan produk peringatan gempa bumi BMKG, kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi, perta mikrozonasi dan peta shakmap scenario BMKG, serta simulasi dalam ruang (Table Top Exercise – TTX).
SLG Surabaya sendiri, merupakan bagian dari perjalanan sepuluh tahun Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami BMKG di Indonesia. Dalam satu dekade ini, SLG telah hadir pada 178 lokasi di berbagai daerah di Indonesia.
“SLG bukan sekadar tempat belajar, melainkan ruang tumbuhnya kesadaran, keterlibatan aktif, dan solidaritas,” katanya.
Langkah tersebut, kata dia, merupakan misi untuk menyelamatkan nyawa melalui pengetahuan. Menurutnya, SLG juga merupakan salah satu ikhtiar untuk memperkuat dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah sekaligus membangun sikap tanggap.
“Perjalanan ini tentu tidak selalu mudah, namun berkat kolaborasi antara institusi, masyarakat, dan para ahli, kita menciptakan fondasi dalam membangun budaya sadar bencana. Tantangan ke depan masih besar. Oleh karena itu, semangat satu dekade ini menjadi pengingat bahwa edukasi kebencanaan harus terus berkelanjutan, inklusif, dan berbasis data ilmiah,” jelasnya.
Seperti diketahui, dalam SLG di Surabaya, diikuti oleh puluhan peserta dari perwakilan unsur Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Polisi, perwakilan Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya, Tim Gerak Cepat hingga, unsur masyarakat.(ris/bil/faz)