Ratusan profesor yang tergabung dalam Dewan Profesor Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, meminta pemerintah pusat memudahkan akses bantuan internasional segera masuk ke wilayah Sumatra yang terdampak bencana.
Prof. Izarul Machdar, Ketua Dewan Profesor Universitas Syiah Kuala saat mengudara di Program Wawasan Radio Suara Surabaya menggambarkan situasi hingga hari ini, Selasa (16/12/2025) hampir sebulan dampak bencana banjir dan longsor masih sangat terasa.
“Biasa, mati lampu, mati sinyal. Mati 3 hari, hidup 12 jam kesempatan isi air di tangka, demikianlah. Kondisi kampus diliburkan, jadi tidak ada aktifitas. Saya lagi di kampus listrik dan sinyal lagi ada di rumah tidak ada,” jelasnya.
Meski Banda Aceh tidak terdampak kerusakan langsung karena dihantam banjir dan longsor, namun aktivitas juga lumpuh karena listrik padam, antrean gas di berbagai titik.
“Kalau yang daerah bencana lebih parah lagi memang,” ungkapnya.
Kondisi itu yang melatarbelakangi surat terbuka berisi 11 poin disampaikan ke Prabowo Presiden RI. Meski 1 poin mendorong penetapan status bencana nasional, namun 10 poin lainnya lebih meminta pembukaan akses bantuan dari internasional.
Berkaca dari tsunami Aceh 2004 lalu, bantuan internasional mempercepat pemulihan para pengungsi, sementara hingga hampir sebulan, soal penetapan bencana nasional masih menjadi perdebatan.
“(Kalau harus memilih salah satu antara penetapan status bencana nasional atau bantuan asing) saya pilih kedua (bantuan asing). Karena debatnya panjang sampai 3 minggu tetap enggak selesai, padahal di lapangan perlu segera bantuan,” jelasnya.
Menurutnya bantuan asing akan memperbanyak jumlah sumber daya manusia (SDM) maupun logistik untuk menjangkau para korban terdampak lebih cepat.
“Kami pengalaman menerima NGO asing. Psikologis itu masih ada melihat tsunami dulu. Kita bukan enggak percaya pemerintah pusat. Tapi Bantuan NGO asing itu habis-habisan,” ucapnya. (lta/faz)
NOW ON AIR SSFM 100
