
Ahmad Riza Patria Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Wamendes PDT) menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di desa harus membawa dampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
“Tidak boleh lagi ke depan ada usaha-usaha pertambangan di desa-desa yang tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat desa,” ujar Riza Patria di Jakarta, Kamis (29/5/2025) dilansir Antara.
Pernyataan itu disampaikan Riza saat menghadiri Hari Lahir Asosiasi Pertambangan Warga Nusantara (APWNU) di Jakarta. APWNU merupakan wadah perkumpulan para pemilik tambang, pelaku jasa pertambangan, supplier, dan investor warga Nahdlatul Ulama (NU).
Ia pun mengapresiasi atas hadirnya organisasi tersebut yang diharapkan mampu menjadi mitra strategis pemerintah dalam mendorong pertambangan yang berkelanjutan dan berpihak pada masyarakat desa.
Riza Patria menekankan pentingnya sinergi antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan bangsa, khususnya dalam konteks pembangunan desa.
Selama ini, kata dia, hasil usaha pertambangan dinikmati oleh segelintir orang. Lebih parahnya, mereka kerap meninggalkan permasalahan seperti tak membayar pajak, kerusakan lingkungan, hingga tidak memperhatikan kesejahteraan masyarakat.
“Hadirnya pertambangan di desa-desa harus memastikan agar masyarakat desa ikut dilibatkan, memperoleh manfaat, serta mengalami kemajuan. Masyarakat desa harus bisa bekerja dan merasakan langsung kesejahteraan dari keberadaan aktivitas tambang,” katanya.
Sementara itu, Joko Suprianto Sekretaris Jenderal APWNU mengatakan APWNU dibentuk sebagai wadah bagi warga NU yang bergerak di bidang pertambangan, mulai dari pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), jasa pertambangan, hingga transportasi.
Hingga kini, tercatat ada sekitar 100 titik tambang yang tergabung dalam asosiasi tersebut, tersebar di sejumlah provinsi dengan komoditas utama batubara, nikel, emas, bauksit, dan pasir yang pengelolanya adalah warga Nahdliyin (NU).
“Fokus utama kami adalah menambang secara legal. Jika ada anggota yang menambang secara ilegal, maka akan kami keluarkan. Ini prinsip kami,” ujarnya.
Joko menjelaskan, pendekatan sosial ke masyarakat sekitar menjadi ciri khas APWNU. Melalui kegiatan tahlilan, makan bersama, dan komunikasi terbuka, asosiasi berusaha menghilangkan jarak antara masyarakat dan pelaku usaha tambang.
“Kami juga berkomitmen bahwa hasil tambang harus dirasakan dampaknya kepada masyarakat luas. Bukan oleh segelintir, karena kekayaan alam adalah untuk kemaslahatan umat manusia,” kata dia.
Ia juga menyoroti pentingnya jaminan reklamasi sebagai bagian dari komitmen menjaga lingkungan. Tambang yang legal, katanya, akan menyetorkan dana reklamasi yang digunakan untuk pemulihan lingkungan pascatambang.
Ia menegaskan bahwa APWNU merupakan bagian dari NU secara nilai dan kultural, namun bukan badan otonom atau struktur resmi organisasi.
Ulil Abshar Abdalla Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menegaskan bahwa para pengusaha tambang yang berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU) merupakan bagian dari kebijakan inklusif pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam.
Disinggung mengenai keterkaitan dengan konsesi yang dikelola PBNU, Ia menegaskan bahwa asosiasi tersebut tidak terkait dengan tambang dikelola oleh PBNU.
“Ini usaha yang berdiri sendiri. Jadi tidak ada sangkut-pautnya dengan konsesi tambang milik PBNU. Mereka bukan mengatasnamakan PBNU, hanya berlatar belakang NU,” kata dia. (ant/bil/ham)