
Edward Omar Sharif Hiariej Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) menegaskan tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Oleh karena itu, aparat penegak hukum (APH) diminta tidak menggunakan pendekatan ultimum remedium, melainkan menjadikan hukum pidana sebagai sarana utama (primum remedium) dalam penegakan hukum.
“Ketika berhadapan dengan TPPO harus menggunakan hukum pidana yang bersifat primum remedium, di mana hukum pidana dipakai sebagai sarana paling utama untuk penegakan hukum. Artinya hukum pidana harus bersifat represif,” kata Eddy sapaan akrabnya dalam Diskusi Publik Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jakarta, Kamis (31/7/2025) dilansir Antara.
Ia menjelaskan bahwa TPPO merupakan salah satu bentuk pidana khusus internal yang wajib ditangani dengan hukum pidana represif, berbeda dengan pidana khusus eksternal yang memungkinkan penerapan hukum pidana administratif.
“Jadi teman-teman APH, jangan meragukan penggunaan hukum pidana sebagai primum remedium. Hukum pidana harus bersifat represif karena tidak ada toleransi apa pun terhadap TPPO,” tegasnya.
Eddy menyebut pidana khusus internal sangat terbatas dan hanya mencakup beberapa jenis kejahatan serius, seperti Tindak Pidana Terorisme (TPT), Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), illegal logging, TPPO, dan tindak pidana narkotika.
Menurutnya, TPPO tergolong extraordinary crime (kejahatan luar biasa) karena memiliki dampak multidimensi dan dilakukan secara terorganisasi oleh jaringan internasional. Kejahatan ini juga kerap menimpa kelompok rentan yang seharusnya dilindungi negara.
“Bahkan ini merupakan kejahatan paling serius. Kenapa itu serius? Karena korbannya kelompok rentan yang seharusnya dilindungi, tetapi ini justru menjadi korban kejahatan,” ungkapnya. (ant/bil/ham)