
Khatibul Umam Wiranu anggota Komisi VIII mengatakan, proyek website “Revolusi Mental” dibawah Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sejauh ini tidak transparan.
Program pembuatan Website “Revolusi Mental” itu harus dilakukan dengan proses tender dan diumumkan ke publik siapa pemenang tendernya. Jadi, tidak tiba-tiba muncul tanpa pemberitahuan ke DPR khususnya ke komisi VIII.
Sekedar diketahui proyek pembuatan website “Revolusi Mental” yang dilakukan Puan Maharani Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ini diduga menelan anggaran Rp140 miliar.
“Kalau itu menyangkut Rp140 Miliar, sudah pasti itu tidak sesuai dengan aturan. Uang diatas Rp100 juta harus tender. Harus dibuka siapa pemenang tendernya, sejak kapan dibikin web nya. Setelah itu baru ditanya, kalau ini program pemerintah, berarti harus dikonfirmasi ke presiden, apakah sudah sesuai yang ia inginkan atau tidak,” ujar Khatibul kepada suarasurabaya.net di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2015).
Menurutnya, staf komisi VIII saat membuka web itu ternyata tidak sesuai seperti yang dibayangkan tentang ideologi Pancasila itu seperti apa, pendiskripsikan revolusi mental seperti apa, ternyata juga tidak tergambarkan disitu.
Dari sini, kata Khatibul, kelihatan mereka tidak siap, baik web maupun content (isi) nya. Ia justru curiga kalau web itu sekedar program yang seringkali nomenklaturnya ada, tetapi barangnya tidak ada dan yang penting dana bisa turun.
“Saya kira ini tugas kepolisian menyangkut penyelidikan pertama. Syukur-syukur KPK turun tangan, karena anggaran yang dipakai tidak masuk akal,” tegasnya.
Khatibul mengatakan, Menko itu tidak ada program, karena Menko (Puan Maharani) itu pekerjaannya hanya mengkoordinir menteri-menteri dibawah kementriannya.
“Jadi implementasinya ada di kementerian-kementerian. Karena itu, logikanya tidak perlu ada APBN yang secara spesifik dianggarkan untuk menko, apalagi sekedar website,” tandasnya.
Dia menegaskan, Komisi VIII akan menanyakan langsung ke kementerian terkait, yang berada dibawah Menko Pembangunan manusia dan Kebudayaan.
“Ya paling tidak kita tanyalah menteri-menteri dibawah koordinasi Menko, karena kita tak bisa panggil Menko,” pungkasnya.(faz/iss)