Rabu, 30 Juli 2025

Reshuffle Kabinet Jokowi Dinilai Gagal Bangun Harapan Baru

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Bambang Soesatyo anggota komisi III DPR RI menilai, reshuffle kabinet praktis gagal membangun harapan baru.

Sebaliknya, suasana pasca reshuffle justru hanya memberi gambaran buruk tentang soliditas pemerintahan. Untuk itu, Joko Widodo (Jokowi) Presiden harus bisa memulihkan kepercayaan rakyat dan pemodal asing.
 
“Nilai tambah dari reshuffle kabinet baru-baru ini sudah tidak ada lagi akibat insiden atau perang kata-kata yang melibatkan Rizal Ramli Menteri Koordinator bidang maritim dan sumber daya dengan Jusuf Kalla wakil Presiden serta Rini Soemarno Menteri BUMN,” ujar Bambang di gedung DPR, Senin (24/8/2015).

Dia menegaskan, masyarakat dan juga pebisnis lokal maupun pemodal asing menilai Kabinet Kerja sudah rapuh dan pemerintahan secara keseluruhan tidak solid.
 
“Kendati insiden itu diklaim sudah diselesaikan di Sidang Paripurna Kabinet pada Rabu (19/8/2015) lalu, publik tidak percaya bahwa penyelesaian itu akan membuat kabinet solid atau kompak,” tandasnya.

Pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan Menkopolhukam, kata Bambang, setidaknya mencermikan luka yang dialami Kabinet Kerja belum kering atau belum sembuh benar.
 
Usai menemui Jusuf Kalla Wapres pada Jumat (21/8/2015), Luhut menegaskan bahwa jika ada menteri yang tidak sejalan dengan Presiden akan dibuang. Tema yang sama juga sempat dikemukakan Luhut di forum sidang paripurna kabinet Jumat lalu itu. Artinya, lanjut Bambang, dari aspek soliditas, kerusakannya terbilang parah.
 
Mau tidak mau, menurutnya, beban persoalan ini harus dikembalikan ke pundak Jokowi. Formula seperti apa yang akan dipilih untuk memulihkan kepercayaan publik kepada pemerintah, hanya presiden yang tahu. Namun, upaya itu menjadi keharusan karena adanya dua tantangan yang cukup serius.
 
Pertama, pemerintah dan semua elemen masyarakat ditantang untuk bisa menyelenggarakan Pilkada yang jujur, bersih dan aman di 269 daerah pemilihan. Ini sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia.

Kedua, tantangan eksternal meningkatnya ketidakpastian perekonomian global akibat perang nilai tukar yang melibatkan kekuatan-kekuatan utama ekonomi dunia, seperti Cina dan Amerika Serikat membuat Depresiasi rupiah makin melebar.
 
“Untuk bisa menanggapi dua tantangan itu, Presiden harus mampu mengembalikan istana sebagai sumber solusi bangsa. Karena istana adalah pusat pemerintahan, bukan pusat kegaduhan seperti istana kampret di pohon beringin halaman istana yang perlu dikepret,” pungkasnya.(faz/dwi)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 30 Juli 2025
32o
Kurs