Minggu, 2 Juni 2024

Gubernur DIY Kini Tidak Harus Laki-Laki

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Lukman Edy dan Margarito Kamis. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi terhadap UU nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan (UUK) DI Yogyakarta, pada Kamis (31/8/2017) lalu. Putusan dengan nomor 88/PUU-XIV/2016 itu implikasinya adalah perempuan bisa menjadi Gubernur Yogyakarta.

“Jadi, putusan MK bersifat final dan mengikat, yang otomatis perempuan bisa menjadi Ggubernur Yogyakarta. Secara teknis, tak ada hubungannya dengan aturan internal Kraton Yogyakarta,” ujar Lukman Edy Wakil Ketua Komisi II DPR RI dalam forum Legislasi dengan tema “Dampak Dikabulkannya Gugatan UU No.13/2012” di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Karena itu, Lukman menyarankan agar DPRD dan Pemda mengubah peraturan daerah (Perda) yang mensyaratkan mempunyai istri itu diubah. Sebab, Perda itu tidak boleh bertentangan dengan UU, dan keluarga Kraton juga harus mengubah aturan (Paugeran) internal keluarga.

Perubahan itu diantaranya kata Lukman, kalau selama ini gubernur dan Sultan Yogyakarta, itu laki-laki, maka dengan putusan MK tersebut kalau Sultannya perempuan (Sulthanah), maka dia bisa menjadi gubernur.

“Inilah yang sangat tergantung kepada aturan internal keluarga Kraton sendiri,” kata Lukman.

Masalahnya, menurut Lukman, memang di internal keluarga sendiri terjadi perbedaan pendapat soal khalifah, sultan, dan gubernur itu sendiri. Dimana secara kultural, Sultan itu tidak pernah dijabat oleh perempuan.

Dengan demikian putusan MK tersebut, kata Lukman, sudah berlaku tanpa harus menunggu revisi UUK DIY. Untuk itu, putri Sultan Hamengku Buwono X bisa menjadi gubernur. Dimana putusan MK itu tidak bertentangan dengan UU dan bukan hanya terkait wilayahnya, namun juga produk hukumnya.

“Kalau tidak sejalan dengan UU harus dirubah. Tapi, itu tergantung kepada keluarga Kraton,” ujar dia.

Sementara Margarito Kamis pakar hukum Tata negara mengatakan hal yang sama, jika perempuan itu bisa menjadi gubernur.

“Kalau sultannya perempuan otomatis jadi gubernur. Tapi, itu urusan internal keluarga Kraton. Sehingga tragis kalau perempuan tidak boleh menjadi gubernur. Namun, sekali lagi semua tergantung keluarga Kraton,” kata Margarito.(faz/ipg)

Berita Terkait

..
Surabaya
Minggu, 2 Juni 2024
29o
Kurs