Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait aturan publikasi hasil hitung cepat (quick count) Pemilu 2019.
Pasal-pasal yang digugat mengatur quick count baru boleh dipublikasikan dua jam sesudah pemungutan suara berakhir, pukul 13.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).
Dengan putusan MK itu, maka publikasi hitung cepat pada hari pemungutan suara, Rabu (17/4/2019), baru bisa dilakukan pukul 15.00 WIB.
“Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman Ketua MK dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Sebelum memutuskan, MK mempertimbangkan sejumlah hal, antara lain khawatir kalau hasil quick count dipublikasikan mempengaruhi masyarakat yang belum menyalurkan hak pilihnya di Wilayah Indonesia Barat.
MK juga menggarisbawahi adanya kemungkinan lembaga survei dan media yang mempublikasikan berafiliasi dengan pasangan calon tertentu. Pertimbangan lainnya, hasil quick count belum tentu akurat.
Kemudian, MK menilai aturan quick count baru bisa dipublikasikan dua jam setelah pemilu di wilayah Indonesia Barat selesai, tidak menghilangkan hak masyarakat.
“Hal demikian hanya menunda sesaat demi melindungi hak suara pemilih,” kata Enny Nurbaningsih saat Hakim MK membacakan pertimbangannya.
Sebelumnya, permohonan yang terdaftar dengan Nomor Perkara 25/PUU-XVII/2019, diajukan oleh PT Televisi Transformasi Indonesia, PT Media Televisi Indonesia, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia, PT Lativi Mediakarya, PT Indosiar Visual Mandiri, PT Indikator Politik Indonesia dan PT Cyrus Nusantara.
Para Pemohon menguji pasal yang serupa dengan perkara sebelumnya yakni Pasal 449 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6), Pasal 509 serta Pasal 540 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu.
Para Pemohon menjelaskan, penundaan publikasi hasil hitungan cepat justru berpotensi menimbulkan spekulasi yang tidak terkontrol seputar hasil Pemilu.
Terlebih Pemilu tahun ini adalah Pemilu perdana yang menggabungkan Pilpres dan Pileg dalam sejarah Indonesia. Warga pemilih pasti sangat antusias untuk segera mendapatkan informasi seputar hasil Pemilu.
Para Pemohon menilai, pasal-pasal itu bertentangan dengan pasal 28 E ayat (3) dan pasal 28F UUD 1945 karena menghilangkan hak masyarakat untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.
Menurut para Pemohon, pembatasan waktu dengan ancaman pidana soal hitungan cepat sebagaimana diatur dalam pasal-pasal yang diuji justru berpotensi menimbulkan berita-berita palsu (hoaks) seputar hasil pemilu.
Pemohon khawatir itu akan menambah beban pelaksanaan Pemilu bagi penyelenggara Pemilu maupun aparat hukum, serta dapat menyulitkan dalam menciptakan tujuan Pemilu yang damai, tertib, adil, transparan, dan demokratis. (rid/tin/dwi)