Selasa, 21 Mei 2024

PBNU Sepakat Amandemen Terbatas UUD NRI 1945

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Rombongan MPR RI menjalin silaturahim kebangsaan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019). Foto: Humas MPR RI

Bambang Soesatyo Ketua MPR RI menilai pemikiran dan sumbangsih kyai serta alim ulama dalam kehidupan kebangsaan kerap kali selalu lebih maju dibanding kalangan lainnya.

Ini bisa dilihat dari hasil Musyawarah Nasional Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September 2012 lalu yang merekomendasikan Indonesia kembali ke sistem perwakilan dalam pemilihan pemimpin nasional dan daerah. Rekomendasi tersebut menyebutkan Presiden-Wakil Presiden dipilih oleh MPR RI, Gubernur-Wakil Gubernur melalui DPRD Provinsi, Bupati-Wakil Bupati melalui DPRD Kabupaten, dan Walikota-Wakil Walikota melalui DPRD Kota.

“Disaat kini masyarakat mulai ramai membicarakan amandeman UUD NRI 1945, dengan berbagai saran dan masukannya, PBNU justru sejak tahun 2012 sudah bersuara. Sila ke-4 Pancasila yang berbunyi ‘Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan’ menjadi fokus utama mengembalikan pemilihan secara tidak langsung. Usulan PBNU tersebut patut dihormati dan bahkan menarik untuk dikaji lebih mendalam,” ujar Bamsoet usai memimpin rombongan MPR RI menjalin silaturahim kebangsaan dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Turut hadir para Wakil Ketua MPR RI masing-masing Ahmad Basarah (F-PDI Perjuangan), Jazilul Fawaid (F-PKB), Hidayat Nur Wahid (F-PKS), dan Fadel Muhammad (Kelompok DPD).

Sedangkan jajaran PBNU yang hadir diantaranya Said Aqil Siroj Ketua Umum PBNU, Bina Suhendra Bendahara Umum PBNU, Robikin Emhas Ketua PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia, Mochammad Maksum Machfoedz Ketua PBNU, Masduki Baidlowi Wakil Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia, dan Andi Najmi Wakil Sekretaris Jenderal PBNU.

Bamsoet senang, silaturahim kebangsaan MPR RI dengan PBNU telah menghasilkan diskusi menarik. Dari mulai dukungan pengurus PBNU terkait perlunya amandemen UUD NRI 1945 untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara, hingga pembenahan dan penyempurnaan sistem ketatanegaraan menyangkut dihadirkan kembali Utusan Golongan dalam lembaga legislatif.

“Diskusi juga menyasar kondisi sosial dan ekonomi bangsa Indonesia. Khususnya keberadaan Pasal 33 UUD NRI 1945 yang perlu diperkuat agar Indonesia bisa berdikari di bidang ekonomi. Saya sejalan dengan PBNU yang menilai permasalahan toleransi di Indonesia sebetulnya sudah selesai. Sejak dahulu bangsa Indonesia terbukti dengan jiwa toleran yang luar biasa. Ditengah keberagaman suku, agama, ras, dan golongan, Indonesia hingga kini terbukti tetap gagah berdiri tegak ditengah bangsa-bangsa dunia lain yang tercerai berai,” jelas Bamsoet.

Lebih lanjut, dia mengatakan, permasalahan utama bangsa saat ini sebagaimana disampaikan PBNU, adalah masih lebarnya jurang ketimpangan sosial dan kemiskinan, hukum yang belum tegak, keadilan masyarakat yang ternodai, hingga sumber daya alam yang dikuasai segelintir pihak. Konsentrasi PBNU kepada masalah ekonomi melengkapi kiprah PBNU yang telah menjadi penyangga perdamaian, persatuan, dan kesatuan Indonesia.

“Berdasarkan survei Alvara Research Center, jumlah penduduk Indonesia yang berafiliasi ke Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir 2016 mencapai 79 juta jiwa. Bukan hanya jumlahnya yang besar, peran NU terhadap Indonesia terbukti juga sangat besar. Salah satunya warisan KH. Hasyim Asy’Ari pendiri NU, yang menanamkan ajaran Hubbul Wathon Minal Iman, Cinta Tanah Air sebagian Dari Iman,” pungkas Bamsoet. (faz/dwi)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya
Kurs
Exit mobile version